Biografi Jenderal Soedirman – pasti sudah tidak asing dengan sosok yang satu ini, yakni Jenderal Soedirman salah satu pahlawan revolusi nasional yang berperan penting bagi bangsa Indonesia.
Tak heran jika banyak biografi Jenderal Soedirman yang mengabadikan jasa perjuangannya untuk Indonesia. Kisah perjuangan Jenderal Soedirman memang sangat inspiratif untuk diketahui.
Jenderal Soedirman adalah sosok yang disegani oleh pasukannya dalam sejarah Indonesia sebagai tokoh pahlawan revolusi Nasional. Ia memiliki peran yang sangat besar pada masa revolusi merebut kemerdekan Indonesia dari kolonial Belanda. Jenderal Soedirman kemudian menjadi panglima pertama sekaligus Jenderal RI pertama dengan usia termuda, yakni 31 tahun.
Dibalik keberanian nya, Jenderal Soedirman ternyata memiliki kepribadian yang tenang dalam memecahkan masalah untuk menemukan cara yang solutif, gigih, dan sangat teguh dalam memegang prinsip.
Itulah sebabnya ia dikenal sebagai pejuang yang tangguh dan tidak kenal lelah. Banyak hal lainnya yang bisa dipelajari dari Jenderal Soedirman, Grameds bisa mengenalnya lewat biografi Jenderal Soedirman berikut ini:
Biografi Jenderal Soedirman
Jenderal Soedirman memiliki nama asli yakni Raden Soedirman yang lahir pada 24 Januari 1916 di Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah.
Orang tua Jenderal Soedirman adalah Bapak Karsid Kartawiraji, seorang pekerja pabrik gula di Kalibagor, Banyumas dan Ibu Siyem yang merupakan keturunan Wedana Rembang. Ia memiliki satu saudara yakni Muhammad Samingan. Istrinya adalah Alifah dan bersamanya ia dikaruniai 7 orang anak.
Jenderal Soedirman tidak hidup oleh orang tuanya, ia dibesarkan oleh pamannya bernama Raden Cokrosunaryo yang merupakan seorang camat di Rembang Purbalingga agar ia bisa hidup lebih layak dan mapan. Saat itu Raden Cokrosunaryo belum memiliki anak sehingga mengadopsi Jenderal Soedirman menjadi anaknya. Bersama pamannya tersebut, sejak kecil Sang Jenderal memang memperoleh pendidikan yang layak.
Di usianya yang masih 7 tahun, ia sekolah di Hollandsch Inlandsche School (HIS) yang kemudian dilanjutkan ke Taman Siswa saat usianya 8 tahun. Kemudian ia dipindahkan lagi ke Sekolah Wirotomo karena Taman Siswa dianggap Belanda adalah lembaga ilegal di tahun berikutnya.
Soedirman muda dikenal sebagai anak yang taat beribadah, rajin belajar, dan tekun memahami tentang agama Islam dari Raden Muhammad. Ia kemudian mendapatkan julukan Haji karena pengetahuan agamanya dan sering ceramah di depan umat muslim saat itu.
Setelah pamannya wafat, Jenderal sangat terpukul oleh kepergian orang tua angkatnya tersebut. Ia pun harus mengalami masalah ekonomi yang sangat kurang, beruntungnya ia masih diperbolehkan sekolah di Wirotomo tanpa membayar.
Berkat kecerdasannya ia tetap bertahan dan terus mengasah kemampuannya. Jenderal Soedirman pun akhirnya mulai ikut mendirikan organisasi Islam saat usianya masih remaja, yakni Hizbul Wathan miliki Organisasi Muhammadiyah. Karena dedikasinya sejak dini itu, akhirnya Jenderal Soedirman diberi kepercayaan untuk memimpin organisasi tersebut di cabang Cilacap.
Jiwa kepemimpinan Jenderal Soedirman sudah muncul sejak ia masih muda, sehingga masyarakat segan dan hormat kepada Sang Jenderal tersebut. Ia pun melanjutkan studinya di Kweekschool (sekolah khusus untuk calon guru) meskipun akhirnya tidak terselesaikan karena masalah Biaya. Jenderal Soedirman pun kembali ke Cilacap dan mengajar guru sekolah dasar Muhammadiyah di sana.
Guru pribadinya yang bernama Muhammad Kholil lah yang mengangkat Sang jendram menjadi guru di Hollandsch inlandsche School (HIS) tersebut.
Di Cilacap juga Sang Jenderal bertemu dengan tambatan hatinya, Alifah sang Istri yang merupakan anak dari pengusaha batik kaya, yakni Raden Sosro Atmojo.
Pada zaman Belanda, Jenderal Soedirman belum dikenal sebagai pejuang, menurut Hatta Sang Jenderal di kenal oleh orang-orang sebagai seorang guru. Kisah kehidupan dari Jenderal Soedirman juga dapat Grameds pelajari melalui buku Soedirman yang berisikan riwayat hidup, perjuangan, serta cinta.
Organisasi Yang Diikuti Jenderal Soedirman
Biografi Jenderal Soedirman menunjukan peran Sang Jenderal selain menjadi guru adalah ia aktif berorganisasi di pemuda Muhammadiyah. Pada saat penjajahan Jepang tahun 1942, aktivitas mengajarnya dibatasi oleh Jepang dan sekolah tempat ia mengajar dijadikan sebagai pos militer Jepang.
Jenderal Soedirman berhasil negosiasi dengan pemerintah Jepang agar ia tetap bisa mengajar anak-anak pribumi disana meskipun dengan perlengkapan belajar seadanya dan terbatas. Pada masa penjajahan Jepang juga memperburuk ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia saat itu.
Karena keterlibatan yang aktif akhirnya Sang Jenderal diangkat sebagai ketua Dewan Karesidenan bentukan Jepang pada tahun 1944. Sejak saat itulah Jenderal Soedirman mulai aktif di dunia militer dan bergabung dengan PETA yang kemudian ia pergi menempuh pendidikan militer di Bogor. Setelah lulus dari pendidikan militer tersebut, Jenderal Soedirman menjadi batalyon Kroya.
Keaktifannya di militer membawa Jenderal Soedirman bertemu Soekarno dan Hatta dan ditugaskan untuk mengawasi proses penyerahan diri para tentara Jepang di Banyumas, tepatnya setelah ia mendirikan divisi lokal dari Badan Keamanan Rakyat Indonesia saat itu.
Sejak peristiwa itulah pasukan Jenderal Soedirman dijadikan sebagai sebagai divisi V oleh Oerip Soemohardjo yang saat itu adalah panglima sementara. Sementara Jenderal Soedirman menjadi panglima Panglima untuk divisi V atau daerah Banyumas dengan pangkat Kolonel tepat setelah terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) atau BKR.