Sepuluh dongeng sebelum tidur lucu yang pas untuk anak-anak. Supaya nggak semakin penasaran, langsung simak untaian ceritanya, ya!
1. Singa dan Tikus
Di padang rumput yang luas dan subur, hiduplah seekor singa yang gagah dan tikus yang kecil dan lincah. Keduanya hidup di dalam ekosistem yang sama, tetapi dengan perbedaan yang mencolok dalam ukuran dan kekuatan.
Suatu hari, Singa sedang tidur pulas di bawah pohon rindang ketika Tikus, dengan keusilannya, berlarian di sekitar tubuh Singa yang besar. Namun, ketika Tikus tanpa sengaja menyentuh hidung Singa, Singa itu bangun dari tidurnya dengan geram.
"Tikus kecil yang berani, kau ingin bermain-main dengan Singa?" dengus Singa dengan suara menggertak.
Tikus menangis ketakutan, memohon-mohon pada Singa, "Tolong maafkan aku, Singa Besar! Aku tidak bermaksud menyakitimu, aku hanya ingin bersenang-senang."
Singa melihat ketakutan di mata Tikus dan, dengan kebesaran hati, memutuskan untuk melepaskan Tikus dari cengkramannya.
"Baiklah, Tikus Kecil. Kali ini aku akan memaafkanmu, tetapi berhati-hatilah lain kali," ucap Singa dengan lembut.
Tikus merasa bersyukur dan berjanji pada Singa bahwa suatu hari nanti dia akan membalas kebaikan yang diterimanya.
Beberapa hari kemudian, Singa yang gagah terperangkap dalam jaring pemburu yang licin dan kuat. Dia berjuang keras untuk melepaskan dirinya, tetapi semakin dia bergerak, semakin kuat jaring tersebut mengikatnya. Singa merintih kesakitan, berharap ada yang bisa membantunya.
Tikus, yang sedang mencari makan, mendengar tangisan Singa dari kejauhan. Tanpa ragu, Tikus menghampiri Singa yang terjebak dan melihatnya dalam kesulitan.
"Dengarlah, Singa! Aku akan membantumu!" seru Tikus sambil menggigit-gigit jaring pemburu dengan giginya yang tajam.
Meskipun Tikus kecil, tekadnya kuat. Dia terus menggigit dan mengunyah jaring itu hingga akhirnya jaring itu putus dan Singa bisa terbebas. Singa melihat Tikus dengan rasa terima kasih yang mendalam.
"Terima kasih, Tikus kecil. Engkau telah menyelamatkan hidupku. Aku tidak akan pernah melupakan bantuanmu," ucapnya penuh rasa.
Tikus tersenyum bangga. "Kita adalah teman, Singa. Dan teman selalu membantu satu sama lain."
Sejak saat itu, Singa dan Tikus menjadi sahabat yang tak terpisahkan. Mereka belajar bahwa kebaikan hati dan pertolongan tidak mengenal batas, terlepas dari ukuran dan kekuatan seseorang.
Kisah persahabatan mereka mengajarkan kepada kita semua bahwa kebaikan akan selalu berdampak positif, dan tindakan baik yang kita lakukan mungkin memiliki dampak jangka panjang yang luar biasa.
2.Tikus Kota dan Tikus Desa
Alkisah ada dua ekor tikus yang berteman baik. Satu tinggal di perkotaan dan tikus yang satunya tinggal di pedesaan.
Keduanya saling bertukar kabar mengenai kesejahteraan mereka melalui tikus kota dan tikus desa lainnya yang melakukan perjalanan antara kedua daerah tersebut.
Pada suatu hari, tikus kota ingin bertemu dengan teman desanya. Dia mengirimkan pesan tersebut melalui beberapa tikus di desa yang bisa ditemui.
Teman desa itu sangat bahagia dengan kunjungan teman-temannya. Dia membuat persiapan untuk menyambutnya.
Untuk menerima temannya, ia berangkat ke perbatasan desa dengan mengenakan pakaian adat serta membawa karangan bunga di tangannya.
Namun, teman sekotanya itu mengenakan jas, sepatu bot, dan dasi leher.
Mereka saling berpelukan dan bertukar sapa.Tikus desa menyambutnya dan berkata, "Udara di sini sangat segar dan tidak tercemar. Suasana di desa ini sangat murni."
Mereka kemudian banyak berbincang dan bertukar pandangan tentang berbagai topik. Kemudian, mereka duduk untuk makan. Tikus desa memberinya buah-buahan dan biji-bijian gandum rebus.
Setelah makan, mereka berjalan-jalan ke luar desa. Sawah tampak hijau dan keindahan alam hutan menjadi daya tarik tersendiri. Tikus desa berkata, “Apakah kota ini mempunyai pemandangan yang begitu indah?”
Tikus kota tidak berkata apa-apa selain mengajak tikus desa untuk datang ke kota setidaknya sekali untuk melihat kenyamanan kehidupan kota.
Tikus desa berkata dia pasti akan datang ke kota suatu hari nanti. Tikus kota berkata, “Mengapa kamu tidak ikut denganku ke kota sekarang?” Tikus desa menjawab, “Baiklah, aku akan mempertimbangkan ajakanmu.”
Ketika malam tiba, mereka kembali dan tidur di rerumputan yang lembut. Keesokan harinya, untuk sarapan, tikus desa menyajikan buah-buahan segar dan sereal kepada temannya.
Tikus kota menjadi kesal dan berkata kepada tikus desa, "Ayo kita pergi ke kota sekarang. Beri aku kesempatan untuk melayanimu."
Tikus desa menerima ajakan tersebut dan bersiap untuk perjalanan ke kota. Tikus kota tinggal di sebuah rumah besar. Pada malam hari, tikus desa terkejut melihat, meja makan penuh dengan berbagai jenis masakan.
Tikus desa belum pernah melihat makanan yang begitu beragam sebelumnya. Tikus kota meminta tikus desa untuk menikmati makanannya dan dia mulai makan. Tikus desa menyukai paneer dan menghabiskannya dengan cepat.
Tiba-tiba, mereka mendengar suara kucing. Kata tikus kota, "Cepat sembunyikan dirimu di bawah lemari, kalau tidak kucing itu akan memakan kita." Keduanya bergegas menuju lemari dan bersembunyi di bawahnya. Setelah beberapa waktu, ketika kucing itu pergi, keduanya pun keluar.
Tikus desa itu masih gemetar. Tikus kota kembali mulai memakan makanan tersebut dan menasihati temannya juga, "Jangan takut temanku, ini adalah bagian dari kehidupan kota."
Tikus desa mengumpulkan keberaniannya dan pergi ke meja makan lagi. Kali ini dia dengan cepat menghabiskan kue pilihannya.
Pada saat yang bersamaan, seorang anak laki-laki datang ke sana dengan seekor anjing. Tikus desa yang takut pada anjing bertanya kepada temannya, “Siapakah orang ini?”
Tikus kota berkata, "Dia adalah Jimmi, putra tuan rumah ini dan anjing itu adalah peliharaannya. Cepatlah bersembunyi di sana."
Setelah mereka pergi, kedua tikus itu keluar. Tikus desa sangat ketakutan. Dia berkata, "Temanku, aku pikir aku harus kembali sekarang. Aku berterima kasih kepadamu atas hidangan lezatnya, namun ada banyak bahayanya. Sekali lagi terima kasih."
Dan dia mulai menuju desa. Sesampainya di sana, dia menghela nafas lega dan berkata, "Oh! Hidup itu berharga dan di atas segalanya adalah kebijaksanaan."
3. Seekor Burung Hantu dan Seekor Belalang
Pada suatu hari, ada seekor burung hantu yang selalu tidur di siang hari pernah tinggal di negeri yang jauh.
Dia kemudian bangkit dari pohon tua berlubang, mengepakkan sayap dan berkedip, saat kegelapan turun, cahaya kemerahan memudar dari langit dan bayangan merayap perlahan melalui hutan.
Dia mulai mencari serangga dan kumbang, katak, dan tikus yang dia sukai dengan mengeluarkan suara aneh "hoo-hoo-hoo-oo-oo" yang bergema di hutan yang tenang.
Ada seekor burung hantu tua yang, seiring bertambahnya usia, menjadi sangat mudah tersinggung dan sulit untuk mengendalikan emosinya, terutama jika ada sesuatu yang mengganggu tidurnya yang biasa.
Pada suatu sore musim panas, seekor belalang di dekatnya mulai bernyanyi dengan gembira namun serak yang hangat ketika burung hantu mencoba untuk tidur di sarangnya di pohon ek tua.
Kepala burung hantu tua tiba-tiba muncul dari lubang pohon, yang berfungsi sebagai pintu dan jendela.
Ia mencoba menyapa Belalang sambil berkata, “Keluar dari sini, Tuan.” "Apa tamu tidak memiliki sopan santun? Membiarkanku tidur sendirian setidaknya akan menunjukkan rasa hormat terhadap usiaku."
Namun, Belalang menjawab dengan mengatakan bahwa dia mempunyai hak yang sama atas tempatnya di bawah sinar matahari seperti halnya hak Burung Hantu terhadap miliknya di pohon ek kuno.
Dia kemudian mulai memainkan nada suara yang lebih keras dan lebih keras.
Burung Hantu tua yang bijak paham betul bahwa berdebat dengan Belalang tidak akan ada gunanya. Selain itu, matanya terlalu lelah di siang hari sehingga dia tidak bisa menghukum Belalang.
Dia kemudian memutuskan untuk menenangkan dirinya dan berbicara kepada belalang dengan cara yang sangat baik.
“Baik, Tuan, jika saya harus begadang, saya akan duduk di sana untuk mendengarkan nyanyian Anda, katanya. Kalau dipikir-pikir lagi, saya punya anggur enak yang dikirimkan kepada saya dari Olympus dan saya' telah diberitahu bahwa Apollo minum sebelum dia bernyanyi untuk dewa-dewa tinggi. Saya akan sangat menghargai jika Anda mau bergabung dengan saya untuk mencicipi minuman lezat ini. Anda akan mulai bernyanyi seperti Apollo; saya sangat yakin."
Belalang yang bodoh tertipu oleh komentar-komentar menyanjung Burung Hantu. Dia melompat dan berlari ke sarang burung hantu.
Namun, ketika dia sudah cukup dekat sehingga burung hantu tua itu dapat melihatnya dengan jelas, dia menerkamnya dan memakannya.
4. Wanita Tua dan Seorang Dokter
Dahulu kala, hidup seorang Nenek yang mulai kehilangan penglihatannya hingga hampir buta.
Khawatir akan menjadi buta, ia pergi untuk berkonsultasi dengan seorang Dokter yang berjanji bisa menyembuhkannya, tapi dengan imbalan bayaran yang tinggi.
Nenek setuju untuk membayar biaya Dokter itu, namun dengan syarat bahwa ia harus mengembalikan penglihatannya; jika gagal, ia tidak akan membayar apapun. Dokter setuju, dan memulai perawatannya.
Dokter itu secara rutin mengunjungi Nenek untuk melihat perkembangan pengobatannya, dan setiap kali datang, ia mencuri sesuatu dari rumahnya.
Suatu hari ia mengambil sebuah panci, hari lain sebuah gambar yang tergantung di dinding, dan hari ketiga sebuah perabot.
Akhirnya, ketika tidak ada yang tersisa di rumah Nenek, Dokter menyatakan bahwa perawatannya hampir selesai. Ia mengunjungi Nenek untuk kali terakhir dan minta bayarannya.
Ketika Nenek melihat bahwa rumahnya sudah kosong, ia menolak membayar bayarannya. Dokter kemudian menggugatnya dan membawanya ke Pengadilan.
Nenek dibawa ke pengadilan, dan ketika ditanya oleh hakim, ia menyatakan, “Dokter benar tentang perjanjian kita. Saya setuju membayar biayanya jika ia menyembuhkan saya, dan ia setuju tidak meminta bayaran jika gagal. Sekarang ia bersikeras bahwa saya sudah sembuh, tetapi bagaimana mungkin? Saat ia memulai perawatan, mata saya memang sudah semakin buruk, tetapi saya masih bisa melihat perabot dan hal-hal lain di rumah saya; namun sekarang, ketika menurutnya saya sudah sembuh, saya sama sekali tidak bisa melihat apa-apa! Alih-alih menyembuhkan saya, Dokter malah membuat saya buta!”
Pengadilan mengerti apa yang Nenek katakan; ia pulang dengan bebas, sementara Dokter menghabiskan sisa hidupnya di penjara!
5. Tiga Babi Kecil dan Rumah Kuat
Alkisah, di pedesaan yang menawan, tinggal tiga ekor anak babi bernama Porky, Petunia, dan Percy. Mereka bersaudara dan senang bermain bersama sepanjang hari.
Tapi suatu hari, ibu mereka tahu sudah waktunya bagi mereka untuk membangun rumah sendiri dan hidup mandiri.
"Ingatlah, anak-anakku," kata ibu mereka, "dunia ini bisa berbahaya, jadi bangunlah rumah kalian dengan kuat dan kokoh untuk membuat kalian aman."
Dengan pelukan dan ciuman, ketiga anak babi itu mengucapkan selamat tinggal kepada ibu mereka dan berangkat dalam perjalanan untuk menemukan tempat yang sempurna untuk membangun rumah mereka.
Porky, yang paling malas di antara mereka, segera menemukan tumpukan jerami di dekatnya dan memutuskan itu adalah tempat yang tepat untuk membangun rumahnya.
Dengan sedikit usaha, dia membangun rumah jerami yang nyaman dan berkata, "Selesai! Sekarang aku bisa bersantai dan bermain sepanjang hari."
Petunia sedikit lebih rajin. Dia menemukan seikat kayu dan ranting dan mulai membangun rumahnya. Butuh sedikit lebih lama, tapi dia berhasil membuat rumah kecil yang menawan.
Percy, yang paling bijak dari ketiganya, tahu bahwa kerja keras akan membuahkan hasil. Dia mencari bahan terkuat yang bisa dia temukan dan akhirnya memutuskan menggunakan batu bata.
Dia dengan hati-hati menumpuk dan semen bata tersebut, menciptakan rumah yang kuat dan kokoh.
Suatu sore, saat matahari terbenam, seekor serigala jahat datang menghampiri ketiga anak babi itu. Dia lapar dan mengincar babi-babi yang lezat itu. Serigala pertama kali menemukan rumah jerami Porky.
"Babi kecil, babi kecil, biarkan aku masuk!" serigala itu mendengus dan terengah-engah.
Tapi Porky, karena malas, menjawab, "Tidak akan! Gak mau!"
Dengan dengusan dan embusan yang kuat, serigala itu menerbangkan rumah jerami Porky. Ketakutan, Porky lari ke rumah Petunia untuk mencari perlindungan.
Serigala itu mengikuti dan sampai di rumah Petunia yang terbuat dari kayu. "Babi kecil, babi kecil, biarkan aku masuk!" serigala itu mengaum.
Tapi Petunia, yang sedikit lebih berani, menjawab, "Tidak akan! Gak mau!"
Serigala itu mendengus dan terengah-engah sekuat tenaga, dan rumah Petunia pun runtuh. Sekarang, kedua babi yang ketakutan itu bergegas ke rumah batu bata Percy yang kokoh.
Serigala itu, bertekad untuk mendapatkan makanan yang enak, berdiri di depan rumah Percy. "Babi kecil, babi kecil, biarkan aku masuk!" serigala itu menggeram.
Tapi Percy, merasa aman di rumahnya yang kokoh, menjawab, "Tidak akan! Gak mau!"
Serigala itu mendengus dan terengah-engah sekuat tenaga, tapi sekeras apapun dia mencoba, dia tidak bisa menerbangkan rumah bata Percy.
Serigala itu pun menyerah dan pergi ke dalam hutan, menyadari bahwa dia tidak bisa menangkap babi-babi yang cerdik itu.
Porky, Petunia, dan Percy belajar pelajaran penting hari itu. Porky menyadari pentingnya kerja keras, dan Petunia mengerti pentingnya keteguhan. Percy tahu bahwa kekuatan dan kebijaksanaan bisa membuat mereka aman.
Sejak hari itu, ketiga anak babi itu hidup bahagia di rumah bata mereka yang kuat, menikmati hari-hari mereka yang penuh dengan permainan dan tawa.
Setiap kali mereka melihat serigala jahat mengintai di dekatnya, mereka tahu mereka aman di dalam rumah kokoh mereka.
6. Tuah, Tupai Si Pantang Menyerah
Di daerah perbukitan Pulau Jawa, terdapat kumpulan tupai pemakan buah kelapa. Para tupai jantan memiliki kegemaran unik yaitu meloncat dari ranting pohon ke ranting pohon lainnya.
Sementara para tupai betina lebih suka merayap. Mereka tidak berani untuk meloncat.
Tetapi berbeda dengan Tuah, tupai betina si pantang menyerah. Dia ingin sekali dapat meloncat. Oleh karena itu, Tuah mendatangi Eyang Tupai. Beliau adalah pelatih yang selama ini mengajari para tupai jantan meloncat.
"Eyang, jadikanlah aku muridmu seperti para tupai jantan itu," pinta Tuah. "Kamu perempuan, sudahlah tidak perlu kamu susah payah berlatih loncat padaku," jawab Eyang Tupai.
"Tolonglah Eyang, aku ingin seperti para tupai jantan yang dengan mudah meloncat dari satu pohon ke pohon lain," ucap Tuah dengan nada memohon.
Eyang Tupai akhirnya merasa kasihan melihat Tuah yang begitu ingin berlatih melompat padanya. Eyang pun melatih Tuah sama seperti melatih tupai jantan lainnya.
Hari pertama latihan menjadi hari yang cukup buruk. Tuah jatuh berkali-kali. Begitupun di hari kedua, ketiga, keempat, dan kelima.
Sepekan sudah lamanya Tuah berlatih. Ia berusaha keras untuk menjadi peloncat seperti tupai jantan, tetapi belum ada tanda-tanda keberhasilan.
"Sudahlah Tuah, kau tidak usah menyiksa tubuhmu seperti ini. Terimalah keadaanmu seperti apa adanya."
"Tidak Eyang, aku hanya perlu berlatih lebih keras lagi, insyaallah aku akan seperti tupai jantan yang dapat melompat dengan lincahnya," ucap Tuah. Ia pun kembali berlatih sesuai apa yang diajarkan Eyang Tupai sebelumnya.
Dalam hati Eyang Tupai berkata, "Tupai betina ini sungguh pantang menyerah."
Tidak terasa, sudah dua bulan Tuah berlatih meloncat. Dan usahanya selama ini akhirnya membuahkan hasil. Kini Tuah sudah dapat meloncat layaknya tupai jantan. Dari satu pohon ke pohon lainnya ia meloncat dengan indahnya.
"MasyaAllah... Eyang kagum melihat perjuanganmu selama ini, maafkan Eyang ketika dulu pernah merendahkanmu sebagai seekor tupai betina yang lemah. Selamat atas keberhasilanmu!" ucap Eyang Tupai, si pelatih.
Berkat perjuangan Tuah, Eyang Tupai terketuk hatinya bahwa semua makhluk memiliki potensi yang sama, yang membedakan hanyalah usaha dan kerja kerasnya.
Setelah kejadian itu, Eyang Tupai mulai membuka kelas latihan lompat secara terbuka, tanpa memandang ia tupai jantan ataukah betina, karena yang menentukan adalah sikap pantang menyerah dalam dirinya.
7. Tresalong, Trenggiling sang Penolong
Di sebuah padang sabana, Kalimantan Selatan. Tinggalah seekor trenggiling. Trenggiling itu bernama Tresalong. Ia dikenal sebagai trenggiling yang suka menolong.
Pada suatu hari, seekor harimau datang ke padang sabana. Dan dia membuat takut semua hewan.
Kelinci, tupai, dan Tresalong yang sedang bermain turut ketakutan melihat kedatangan harimau. Ketiganya bersembunyi di balik semak-semak.
"Ssstt....jangan berisik!" kata tupai sambil memperhatikan harimau yang perlahan mulai mendekat. Melihat langkah harimau yang semakin dekat, tubuh kelinci gemetar ketakutan.
Semak-semak tempat mereka bersembunyi bergoyang-goyang lantaran gerakan tubuh Kelinci yang tak bisa ditahan.
Harimau pun melihat hal itu. Perlahan harimau mendekat ke semak-semak.
"Hei! Apa yang sedang kalian lakukan?" tanya harimau.
"Tidak, kami tidak sedang melakukan apa-apa," kata tupai menjawab pertanyaan si harimau.
"Baiklah, aku lapar! Aku butuh daging segar. Apakah kalian bisa memberikan makanan yang aku butuhkan?" seru sang harimau kepada kelinci, tupai, dan Tresalong.
Mendengar hal itu, kelinci dan tupai semakin ketakutan. Mereka pasrah dengan nasib hidupnya. Tidak ada langkah lain kecuali menanti harimau mencabik-cabik tubuh mereka dan menyantapnya.
Tresalong menyadari kedua temannya ketakutan, oleh karenanya, Tresalong mencoba berbicara pada harimau. "Harimau, dagingku sangat lezat, aku mau memberikan dagingku kepadamu asalkan kamu mau melepaskan dua temanku untuk pergi dari sini," ungkap Tresalong kepada harimau.
"Apa kamu rela dagingmu aku makan?" timpal harimau kepadanya.
"Aku rela asalkan dua temanku diizinkan pulang menyampaikan kematian kepada orang tuaku," ungkap Tresalong meyakinkan harimau.
"Baiklah, kalau hanya itu maumu," pungkas harimau.
Kelinci dan tupai akhirnya diperkenankan untuk pergi menyampaikan keinginan Tresalong. Dengan berat hati keduanya beranjak pergi meninggalkan Tresalong dengan harimau.
Saat dirasa cukup jauh, dan tak terlihat dari jangkauan mata, Tresalong segera meminta harimau untuk mencicipi dagingnya.
Harimau yang sudah sangat lapar, tak mau menunggu lama, ia segera mendekat dan menyergap Tresalong. Namun, seketika itu Tresalong menggulingkan tubuhnya.
Harimau itu sadar bahwa Tresalong dapat menggulingkan tubuhnya dengan balutan sisik yang keras, dan membuat harimau kesusahan untuk memakannya.
Berulang kali harimau mencoba menggigit tubuh Tresalong namun usahanya sia-sia. Yang harimau dapatkan justru rasa sakit pada taringnya karena berulang kali menggigit kerasnya sisik yang menyelimuti tubuh Tresalong.
Setelah beberapa waktu lamanya, harimau pun menyerah dan memutuskan untuk meninggalkan Tresalong. Harimau pun pergi dengan perut keroncongan karena ia tidak mendapat santapan daging untuk menu makan siang.
Sementara Tresalong justru gembira karena berhasil menyelamatkan kedua temannya dari buruan si harimau. Ketika Tresalong pulang, semua teman dan keluarga menyambut dengan penuh haru.
Beragam ucapan terima kasih pun bersahut-sahutan datang dari kelinci, tupai, dan orang tua kepada Tresalong. Tresalong pun hidup bahagia atas sikap penolongnya.
8. Pashol, Panda Anak Sholeh
Di daerah perbukitan China yang dingin, hiduplah habitat panda. Dalam habitat tersebut, tinggalah Pashol, seekor panda kecil bersama keluarganya. Hari ini Pashol tampak sedih. Ia berdiam diri di bawah rerimbunan pohon.
Ia bangun kesiangan sehingga tidak dapat berangkat ke masjid. Ibu Pashol mendekati anaknya yang nampak sedih. "Ada apa, Pashol?"
"Bu, pukul aku! Hari ini aku bangun kesiangan dan tidak salat subuh," jawab Pasal sambil menundukkan kepala. Mendengar ucapan itu. Ibu Pashol tersenyum.
"Lihat ibu!" Pashol pun secara perlahan mencoba menengadahkan kepala dan menatap ibunya.
"Ibu tidak akan memukulmu, ibu tahu kamu anak baik! Lupa itu wajar. Kamu sudah pintar karena tahu kesalahanmu," ungkap ibu menasehati, "Yang penting jangan diulangi lagi, Nak!" tambahnya.
Mendengar perkataan ibunya, Pashol pun segera meminta maaf dan memeluk ibunya.
"Sekarang hapus rasa sedihmu dan ingat, jangan tidur larut malam! Agar dapat bangun lebih awal. Dan segeralah ambil air wudhu setelah terbangun di waktu pagi dan salatlah, Nak!" ungkap ibu.
Pashol mengangguk mendengarkan nasihat ibunya. Segera ia mengambil air wudhu untuk melaksanakan salat. Usai salat, ia kembali kepada ibunya.
"Salat itu ibarat balas budi. Kita bebas menghirup udara, melihat indahnya dunia, itu semua pemberian Allah SWT semata. Maka, sudah sepantasnya kita bersyukur atas karunia-Nya dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-laranganNya," ungkap ibu Pashol padanya kemudian.
Ibu Pashol tidak bosan untuk mengingatkan. Bahwa salat termasuk bagian perintah agama yang wajib hukumnya. Ibu Pashol selalu memberikan contoh kepada Pashol untuk menjaga salat lima waktunya.
"Terima kasih ibu untuk nasihatnya. Pashol berjanji akan memperbaiki salat Pashol. Pashol juga janji, tidak akan tidur terlalu malam lagi agar bisa bangun lebih awal bersama ayam-ayam," ungkap Pashol dengan selipan tawa ringan.
Ibu Pashol pun tertawa bahagia mendengar ucapan putranya dan dengan bangga memeluknya. "Ibu sayang sama Pashol," bisik ibu padanya.
9. Kancil dan Siput Lomba Lari
Suatu hari kancil bertemu dengan siput di pinggir kali. Melihat siput merangkak dengan lambatnya, sang kancil dengan sombong dan angkuhnya berkata, "Hai Siput, beranikah kamu beradu lomba denganku?"
Ajakan itu terasa mengejek Siput. Siput berpikir sebentar, lalu menjawab, "Baiklah, aku terima ajakanmu dan jangan malu kalau nanti kamu sendiri yang kalah."
"Tidak bisa. Masa jago lari sedunia mau dikalahkan olehmu Siput, binatang perangkak kelas wahid di dunia," ejek Kancil.
"Baiklah, ayo cepat kita tentukan harinya!" kata Kancil.
"Bagaimana kalau hari Minggu besok, agar banyak yang menonton," kata Siput.
"Oke aku setuju," jawab Kancil.
Sambil menunggu hari yang telah ditentukan itu, Siput mengatur taktik. Segera dia kumpulkan bangsa Siput sebanyak-banyaknya.
Dalam pertemuan itu, Siput membakar semangat kawan-kawannya, mereka sangat girang dan ingin mempermalukan Kancil di hadapan umum.
Dalam musyawarah itu, disepakatilah dengan suara bulat bahwa dalam lomba nanti di setiap Siput ditugasi berdiri di antara rerumputan di pinggir kali. Diaturlah tempat mereka masing masing.
Bila Kancil memanggil, maka Siput yang di depannya itu yang menjawab. Begitu seterusnya.
Sampailah saat yang ditunggu-tunggu itu. Penonton pun sangat penuh menyaksikan perlombaan itu. Para penonton berdatangan dari semua penjuru hutan.
Kancil mulai bersiap di garis start. Pemimpin lomba mengangkat bendera, tanda lomba akan segera dimulai. Kancil berlari sangat cepatnya. Semua tenaga dikeluarkannya.
Tepuk tangan penonton pun menggema memberi semangat pada Kancil. Setelah lari sekian kilometer, berhentilah Kancil. Dengan napas terengah-engah dia memanggil.
"Siput!" seru Kancil.
Siput yang berada di depannya menjawab,"Ya, aku di sini."
Karena tahu Siput telah ada di depannya, Kancil pun kembali lari sangat cepat sampai tidak ada lagi tenaga yang tersisa. Kemudian dia pun kembali memanggil.
"Siput!" teriak Kancil lagi.
Siput yang di depannya menjawab, "Ya, aku di sini."
Berkali-kali selalu begitu. Sampai akhirnya Kancil lunglai dan tak dapat berlari lagi. Menyerahlah sang Kancil dan mengakui kekalahannya. Penonton terbengong-bengong.
Siput menyambut kemenangan itu dengan senyuman saja. Tidak ada loncatan kegirangan seperti pada umumnya pemenang lomba.
10. Kancil dan Kerbau Bermain Petak Umpet
Pada suatu hari seekor Kancil bertemu dengan kerbau. Pada kesempatan itu pula si Kancil mengajak Kerbau untuk bermain petak umpet di dekat pematang sawah.
Lalu si Kancil berkata "Hai, Kerbau! Apa kabarmu?"
Jawab si kerbau, "Saya baik-baik saja. Bagaimana denganmu?"
"Saya juga baik-baik saja. Bagaimana kalau pertemuan ini kita rayakan dengan sebuah permainan petak umpet? Jawab Si kancil.
"Ya, kalau saya setuju saja," jawab si Kerbau.
"Kau akan pasti kalah karena badanmu lebih besar dari badanku," hardik si Kancil.
"Ayo kita lihat saja nanti. Sekarang kamu yang lebih dulu untuk bersembunyi," jawab si Kerbau.
Kancil mulai mencari tempat persembunyian, Kancil berlari-lari sampailah ia di bawah sebatang pohon. Kancil mulai mengendap-endapkan dirinya.
Ketika itu dedaunan berguguran sehingga menutupi badan si Kancil. Si Kerbau pun mulai mencari si Kancil.
"Hai Kancil di mana kau?" sambil berlari kesana kemari, namun si Kancil tidak dapat ditemukannya.
Si Kerbau menginjak-injak rerumputan dan melompat-lompat hampir saja si Kancil terinjak oleh si Kerbau tapi ia tidak menemukannya. Si Kancil sudah tak sanggup lagi bersembunyi lebih lama.
Akhirnya, si Kancil keluar dari persembunyiannya dan melompat ke arah teriakan Kerbau.
Lalu, ia berkata, "Kerbau aku mengaku kalah aku tak sanggup lagi bertahan lebih lama. Kali ini aku mengaku kalah. Sekarang giliranmu untuk bersembunyi. Ayolah, Kerbau, bersembunyilah," kata Si Kancil.
Kerbau pun mulai bergegas meninggalkan Kancil untuk mencari tempat persembunyian. Kerbau mencari tempat yang aman, tiba-tiba Kerbau menemukan gubuk yang terbakar.
Kerbau segera menelentangkan dirinya dengan meluruskan keempat kakinya ke arah atas. Ketika itu pula Kancil mulai mencari Kerbau berlari-lari berputar mengelilingi rerumputan namun tak menemukan Kerbau.
Tiba-tiba, Kancil melihat gubuk yang terbakar itu. Kancil menghampirinya dan mendekatinya. Lalu meraba-raba tiang itu. Dalam hati Kancil berkata, "Tiang ini kok ada bulunya. Persis seperti kaki Kerbau. Ah, barangkali tidak."
Kancil meninggalkan gubuk itu dan terus-menerus mencari Kerbau namun tak ditemukan juga. Kancil kembali ke gubuk itu lagi dan memperhatikan dengan secara seksama, tetap sama saja.
Akhirnya Kancil merasa jenuh dan berteriak memanggil, "Kerbau... Kerbau... Kerbau. Keluarlah kau. Aku mengaku kalah. Keluarlah. Aku tak mampu untuk mencarimu lagi."
Mendengar teriakan Kancil Kerbau pun keluar dari persembunyiannya dan menghampiri Kancil, "Ha... Ha... Ha... bagaimana Kancil siapa di antara kita yang menang?"
"Ya... Kerbau, aku merasa malu karena aku kalah darimu," jawab si Kancil.
Mulai saat itu, si Kancil berjanji tidak akan sombong lagi kepada si Kerbau.
Itu dia beberapa dongeng anak sebelum tidur yang lucu yang bisa kamu jadikan referensi. Semoga bermanfaat, ya!