9 Cerita Dongeng Anak Terbaik Sebelum Tidur

1. Asal Muasal Kantung Tupai


Suatu malam, Induk tupai sedang bermain dengan anak-anaknya. Tiba-tiba, datang kelelawar besar dan menculik anak-anak tupai. Kelelawar membawa anak-anak tupai ke sarang mereka di gua.

Induk tupai menangis sedih. Saat itu, serigala yang kebetulan lewat mendengar tangisan Induk tupai.

“Ada apa, Ibu Tupai?” tanya serigala.

“Kelelawar telah menculik anakku,” kata induk tupai.

“Aku akan menyelamatkan anakmu,” kata serigala yang merasa kasihan kepada induk tupai.

Induk tupai menunjukkan gua sarang kelelawar. Serigala pun masuk ke gua itu. Tidak lama, ia keluar lagi sambil berlari. Tubuhnya penuh bekas gigitan kelelawar. “Maafkan aku, Ibu Tupai. Aku tidak mampu menyelamatkan anak-anakmu,” kata serigala.

Menangis lah Induk tupai lagi karena sedih.

Saat itu, kelinci mendengar tangisan induk tupai. Akhirnya, ia menghampiri induk tupai.

“Aku akan menyelamatkan anakmu,” kata kelinci setelah mendengar cerita induk tupai.

Kelinci pun masuk ke sarang kelelawar. Tapi, seperti serigala, kelinci pun lari keluar dengan tubuh terluka bekas gigitan kelelawar. “Maafkan aku, Ibu Tupai. Aku tidak bisa menyelamatkan anak-anakmu,” kata kelinci kesakitan.

Induk tupai semakin mengkhawatirkan nasib anak-anaknya. Serigala dan kelinci yang gesit pun tidak bisa menghindari gigitan kelelawar dan menyelamatkan anak-anaknya.

Lalu, kura-kura datang menghampirinya. “Aku akan membebaskan anak-anakmu,” kata kura-kura.

Kura-kura pun segera masuk ke dalam gua. Ribuan kelelawar menyerang kura-kura dari atas. Tapi, gigi mereka tidak bisa melukai tempurung kura-kura yang keras. Perlahan tapi pasti, kura-kura akhirnya bisa menyelamatkan anak-anak tupai.

Kemudian, kura-kura keluar dari gua dan membawa anak-anak tupai pada induknya. Lalu, kura-kura merobek perut Induk tupai dan menyimpan anak-anak tupai itu di dalam perut Induk tupai.

“Simpanlah bayimu di kantong ini agar tidak diculik kelelawar,” kata kura-kura. Sejak saat itu, tupai Amerika mempunyai kantong di perutnya.

Pesan moral dari Dongeng Amerika Serikat: Asal Usul Kantung Tupai adalah tolong-menolonglah di antara sesama. Orang yang paling kuat belum tentu mau menolong orang lain. Hanya orang yang berhati mulialah yang mau menolong orang lain.

2. Cinderella dan Sepatu Kaca


Dahulu kala, tinggallah seorang gadis cantik bersama 2 orang kakak dan Ibu tirinya. Sejak ayah kandungnya meninggal, ia diperlakukan seperti seorang pembantu. Dipaksa untuk menuruti segala permintaan ibu dan kedua kakak tirinya. Meskipun begitu, Cinderella tetaplah seorang gadis yang baik hati, ia tetap menyayangi kedua kakak dan ibu tirinya.

Suatu hari istana akan mengadakan pesta dansa. Undangan pun disebar hingga ke pelosok desa. Pesta dansa ini bertujuan untuk mencari gadis yang akan menjadi permaisuri pangeran. Mendengar kabar gembira itu, kedua kakak tiri Cinderella sangat bahagia. “ibu, tolong pilihkan aku gaun yang paling cantik untuk menghadiri pesta dansa di istana malam nanti” ujar kakak sulung. “aku juga bu, belikan aku gaun yang baru. 

Aku tak ingin pangeran kecewa saat berdansa denganku” timpal kakak kedua. Mendengar puterinya berceloteh ria, ibu menjawab “tentu saja, ibu akan memilihkan baju yang bagus untuk pesta nanti malam”. Cinderella yang sedang menyapu terlihat sangat bahagia, dalam hatinya ia juga ingin pergi ke pesta dansa di istana, ia pun berkata kepada Ibu tirinya “Ibu, tolong ijinkan Aku untuk pergi ke pesta dansa, aku tidak butuh gaun baru. Cukup ijinkan aku saja bu”. Ibu dan kedua kakak tirinya sangat kesal dan memarahi Cinderella. Sang ibu berkata “tidak bisa, kau di rumah saja”. Mendengar itu, Cinderella pun terdiam. Harapannya untuk bertemu pangeran gagal. Meskipun begitu ia tetap ikhlas menjalani perlakuan ibunya.

Hingga tibalah waktu pesta dansa. Ibu dan kedua kakak tirinya sudah bersiap pergi ke istana. Mereka memakai gaun terbaik dengan sepatu dan dandanan yang cantik. 

Sedangkan Cinderella hanya bisa menatap kepergian mereka dari balik jendela. Ketika Cinderella sedang bersedih, tiba-tiba terdengar suara wanita cantik “tenanglah Cinderella, kau akan mengikuti pesta dansa malam ini. jangan khawatir, aku yang akan membantumu”. 

Cinderella terkejut “kau siapa?”. Wanita cantik itu menjawab pelan “aku peri kahyangan, kemarilah”. Dengan senyum yang menawan, peri itu memutar-mutar tongkatnya di depan Cinderella. 

Seketika Cinderella berubah seperti seorang putri kerajaan. Ia memakai gaun yang bagus, mahkota emas, wajah yang cantik jelita, serta sepasang sepatu kaca. Cinderella pun nampak bahagia “terimakasih peri.

Tapi bagaimana caranya agar aku bisa pergi ke istana itu? Aku tidak punya uang untuk menyewa kereta” ujar Cinderella. 

Dalam sekejap, peri cantik itu menghadirkan pengawal dan kereta kuda untuk Cinderella. “kau bisa menaiki kereta kuda ini. ingat, pengaruh sihir ini akan hilang saat tengah malam”. Mendengar itu, Cinderella pun mengangguk dan segera menuju ke istana.

Sesampainya di istana, semua terpana melihat kecantikan Cinderella. Bahkan ibu dan kedua kakak tirinya tidak berhasil mengenalinya. Pangeran pun jatuh cinta, ia mengajak Cinderella berdansa. Cinderella sangat bahagia. Tiba-tiba lonceng tengah malam melengking “aku harus pergi pangeran” ujar Cinderella. “tunggu putri, siapa namamu?” jawab pangeran yang berlari mengejar Cinderella. Tanpa disengaja, sepatu kaca Cinderella terlepas sebelah di teras istana. Sepatu kaca itu akhirnya di ambil oleh pangeran. Dalam hati ia berjanji akan mencari sang putri pemilik sepatu kaca itu.

Keesokan harinya, pangeran bersama pengawal pergi hingga ke pelosok negeri, namun tak ada gadis yang cocok dengan sepatu kaca itu. Hingga tibalah pangeran di rumah Cinderella. Kedua kakak tirinya sangat girang mendengar kedatangan pangeran “berikan padaku, aku akan mencoba sepatu kaca itu” sahut dua kakak tiri Cinderella bersamaan. Namun, ternyata sepatu kaca itu tidak cocok dengan mereka. Tiba-tiba Cinderella berkata “biar aku mencobanya pangeran”. Pangeran menjawab “silahkan nona”. Melihat hal itu ibu tiri berkata “Cinderella, memalukan sekali kau”. Singkat cerita, Cinderella mencoba sepatu kaca itu dan cocok di kakinya. Pengeranpun merasa gembira dan berkata “kaulah putri yang selama ini aku cari”.

Cinderella pun akhirnya dibawa oleh pangeran ke istana dan mereka hidup bahagia.

3. Kisah La Kuttu-kuttu


La Kuttu-kuttu Paddaga adalah nama seorang pemuda yang gagah dan tampan. Ia juga ahli bermain sepak raga. Setiap hari ia bermain sepak raga bersama teman-temannya. Suatu hari, ia diajak teman-temannya bermain sepak raga melawan para pemuda desa tetangga. Kebetulan lapangan yang digunakan di dekat rumah seorang gadis penenun.

Setelah bermain, La Kuttu-kuttu Paddaga merasa haus. Ia pun menuju rumah gadis penenun untuk meminta air minum.

“Maaf, ambil sendiri saja di dapur. Sebab benang alat tenun ini baru saja dipasang,” jawab sang Gadis.

Setelah mendapat izin, La Kuttu-kuttu Paddaga ke dapur. Waktu kembali, ia bertanya, “Sarung siapa yang engkau tenun?”

“Sarung kita,” jawab si Gadis.

“Oh, begitu. Ya sudah, terima kasih sudah memberi saya minum,” kata La Kuttukuttu Paddaga berpamitan.

Sambil berlalu, ia selalu mengingat kata-kata terakhir sang Gadis yang menyatakan “Sarung kita”. Dari hal itulah timbul niatnya untuk menikahi sang Gadis. Namun, ia tidak mempunyai uang untuk melamar. Ia pun bekerja untuk mencari uang.

Suatu hari, orang tua si Gadis menikahkan si Gadis dengan seorang pemuda kaya. Walaupun tidak suka, tapi si Gadis tidak bisa menolak keinginan orang tuanya.

Singkat cerita, perkawinan antara si Pemuda kaya dengan si Gadis dilaksanakan. Namun sebenarnya, si Pemuda kaya juga tidak suka dengan si Gadis. Hingga suatu malam, si Pemuda pengutarakan isi hatinya kepada si Gadis. Karena si Gadis juga tidak suka, maka mereka memilih untuk bercerai, setelah menghubungi orang tua masing-masing.

Beberapa waktu kemudian, La Kuttu-kuttu Paddaga mendengar kabar jika si Gadis telah bercerai. Ia berkunjung ke rumah si Gadis. Ia menyatakan keinginannya untuk menikahi si Gadis. Oleh si Gadis, ia diberi waktu 3 bulan untuk mempersiapkan segalanya.

La Kuttu-kuttu Paddaga segera bekerja keras untuk mencari uang. dalam 3 bulan, akhirnya ia bisa meraih sejumlah uang untuk biaya pernikahannya. Setelahnya, ia menghadap ke orang tua si Gadis untuk melamar. Lamarannya diterima. Ia sangat gembira, begitu juga si Gadis. Singkat cerita, mereka berdua menikah dan hidup dengan bahagia.

4. Enam Serdadu


Pada suatu masa ada seorang pria yang hebat, dia telah membaktikan diri pada negara dalam perang, dan mempunyai keberanian yang luar biasa, tetapi pada akhirnya dia dipecat tanpa alasan apapun dan hanya memiliki 3 keping uang logam sebagai hartanya.

“Saya tidak akan diam saja melihat hal ini,” katanya; “tunggu hingga saya menemukan orang yang tepat untuk membantu saya, dan raja harus memberikan semua harta dari negaranya sebelum masalah saya dengan dia selesai.”

Kemudian, dengan penuh kemarahan, dia masuk ke dalam hutan, dan melihat satu orang berdiri disana mencabuti enam buah pohon seolah-olah pohon itu adalah tangkai-tangkai jagung. Dan dia berkata kepada orang itu,

“Maukah kamu menjadi orangku, dan ikut dengan saya?”
“Baiklah,” jawab orang itu; “Saya harus membawa pulang sedikit kayu-kayu ini terlebih kerumah ayah dan ibuku.” 

Dan mengambil satu persatu pohon tersebut, dan menggabungkannya dengan 5 pohon yang lain dan memanggulnya di pundak, dia lalu berangkat pergi; segera setelah dia datang kembali, dia lalu ikut bersama dengan pimpinannya, yang berkata, “Berdua kita bisa menghadapi seluruh dunia.”

Dan tidak lama mereka berjalan, mereka bertemu dengan satu orang pemburu yang berlutut pada satu kaki dan dengan hati-hati membidikkan senapannya.

“Pemburu,” kata si pemimpin, “apa yang kamu bidik?”
“Dua mil dari sini,” jawabnya, “ada seekor lalat yang hinggap pada pohon Oak, Saya bermaksud untuk menembak mata kiri dari lalat tersebut.”

“Oh, ikutlah dengan saya,” kata si Pemimpin, “Bertiga kita bisa menghadapi seluruh dunia”

Pemburu tersebut sangat ingin ikut dengannya, jadi mereka semua berangkat bersama hingga mereka menemukan tujuh kincir angin, yang baling-baling layarnya berputar dengan kencang, walaupun disana tidak ada angin yang bertiup dari arah manapun, dan tak ada daun-daun yang bergerak.

“Wah,” kata si Pemimpin, “Saya tidak bisa berpikir apa yang menggerakkan kincir angin, berputar tanpa angin;” dan ketika mereka berjalan sekitar dua mil ke depan, mereka bertemu dengan seseorang yang duduk diatas sebuah pohon, sedang menutup satu lubang hidungnya dan meniupkan napasnya melalui lubang hidung yang satu.

“Sekarang,” kata si Pemimpin, “Apa yang kamu lakukan diatas sana? “Dua mil dari sini,” jawab orang itu, “disana ada tujuh kincir angin; saya meniupnya hingga mereka dapat berputar.“Oh, ikutlah dengan saya,” bujuk si Pemimpin, “Berempat kita bisa menghadapi seluruh dunia.”

Jadi si Peniup turun dan berangkat bersama mereka, dan setelah beberapa saat, mereka bertemu dengan seseorang yang berdiri diatas satu kaki, dan kaki yang satunya yang dilepas, tergeletak tidak jauh darinya.

“Kamu terlihat mempunyai cara yang unik saat beristirahat,” kata si Pemimpin kepada orang itu.
“Saya adalah seorang pelari,” jawabnya, “dan untuk menjaga agar saya tidak bergerak terlalu cepat Saya telah melepas sebuah kaki saya, Jika saya menggunakan kedua kaki saya, Saya akan jauh lebih cepat dari pada burung yang terbang.”

“Oh, ikutlah dengan saya,” kata si Pemimpin, “Berlima kita bisa menghadapi seluruh dunia.”

Jadi mereka akhirnya berangkat bersama, dan tidak lama setelahnya, mereka bertemu dengan seseorang yang memakai satu topi kecil, dan dia memakainya hanya tepat diatas satu telinganya saja.
“Bersikaplah yang benar! bersikaplah yang benar!” kata si Pemimpin; “dengan topi seperti itu, kamu kelihatan seperti orang bodoh.”

“Saya tidak berani memakai topi ini dengan lurus,” jawabnya lagi, “Jika saya memakainya dengan lurus, akan terjadi badai salju dan semua burung yang terbang akan membeku dan jatuh mati dari langit ke tanah.”

Oh, ikutlah dengan saya,” kata si Pemimpin; “Berenam kita bisa menghadapi seluruh dunia.”

Jadi orang yang keenam ikut berangkat bersama hingga mereka mencapai kota dimana raja yang menyebabkan penderitaannya akan memulai pertandingan dimana siapapun yang jadi pemenang akan dinikahkan dengan putrinya, tetapi siapapun yang kalah akan dibunuh sebagai hukumannya. Lalu si Pemimpin maju kedepan dan berkata bahwa satu dari orangnya akan mewakili dirinya dalam pertandingan tersebut.

“Kalau begitu,” kata raja, “hidupnya harus dipertaruhkan, dan jika dia gagal, dia dan kamu harus dihukum mati.”

Ketika si Pemimpin telah setuju, dia memanggil si Pelari, dan memasangkan kakinya yang kedua pada si Pelari.
“Sekarang, lihat baik-baik,” katanya, “dan berjuanglah agar kita menang.”

Telah disepakati bahwa siapapun yang paling pertama bisa membawa pulang air dari anak sungai yang jauh dan telah ditentukan itu akan dianggap sebagai pemenang. 

Sekarang putri raja dan si Pelari masing-masing mengambil kendi air, dan mereka mulai berlari pada saat yang sama; tetapi dalam sekejap, ketika putri raja tersebut berlari agak jauh, si Pelari sudah hilang dari pandangan karena dia berlari secepat angin. 

Dalam sekejap dia telah mencapai anak sungai, mengisi kendinya dengan air dan berlari pulang kembali. Ditengah perjalanan pulang, dia mulai merasa kelelahan, dan berhenti, menaruh kendinya dilantai dan berbaring di tanah untuk tidur. Agar dapat terbangun secepatnya dan tidak tertidur pulas, dia mengambil sebuah tulang tengkorak kuda yang tergeletak didekatnya dan menggunakannya sebagai bantal. 

Sementara itu, putri raja, yang sebenarnya juga pelari yang baik dan cukup baik untuk mengalahkan orang biasa, telah mencapai anak sungai juga, mengisi kendinya dengan air, dan mempercepat larinya pulang kembali, saat itu dia melihat si Pelari yang telah tertidur di tengah jalan.

“Hari ini adalah milik saya,” dia berkata dengan gembira, dan dia mengosongkan dan membuang air dari kendi si Pelari dan berlari pulang. Sekarang hampir semuanya telah hilang tetapi si Pemburu yang juga berdiri di atas dinding kastil, dengan matanya yang tajam dapat melihat semua yang terjadi.

“Kita tidak boleh kalah dari putri raja,” katanya, dan dia mengisi senapannya, mulai membidik dengan teliti dan menembak tengkorak kuda yang dijadikan bantal dibawah kepala si Pelari tanpa melukai si Pelari. Si Pelari terbangun dan meloncat berdiri, dan melihat banya kendinya telah kosong dan putri raja sudah jauh berlari pulang ke tempat pertandingan dimulai. Tanpa kehilangan keberaniannya, dia berlari kembali ke anak sungai, mengisi kendinya kembali dengan air, dan untuk itu, dia berhasil lari pulang kembali 10 menit sebelum putri raja tiba.

“Lihat,” katanya; “ini adalah pertama kalinya saya benar-benar menggunakan kaki saya untuk berlari”
Raja menjadi jengkel, dan putrinya lebih jengkel lagi, karena dia telah dikalahkan oleh serdadu biasa yang telah dipecat; adn mereka berdua sepakat untuk menyingkirkan serdadu beserta pengikutnya bersama-sama.

“Saya punya rencana,” jawab sang Raja; “jangan takut tetapi kita harus mendiamkan mereka selama-lamanya.” Kemudian mereka menemui serdadu dan pengikutnya, mengundang mereka untuk makan dan minum; dan sang Raja memimpin mereka menuju ke sebuah ruangan, yang lantainya terbuat dari besi, pintunya juga terbuat dari besi, dan di jendelanya terdapat rangka-rangka besi; dalam ruangan itu ada sebuah meja yang penuh dengan makanan.

“Sekarang, masuklah kedalam dan buatlah dirimu senyaman mungkin,” kata sang Raja.

Ketika serdadu dan pengikutnya semua masuk, dia mengunci pintu tersebut dari luar. Dia kemudian memanggil tukang masak, dan menyuruhnya untuk membuat api yang sangat besar dibawah ruangan tersebut hingga lantai besi menjadi sangat panas. 

Dan tukang masak tersebut melakukan apa yang diperintahkan oleh Raja, dan keenam orang didalamnya mulai merasakan ruangan menjadi panas, tapi berpikir bahwa itu karena makanan yang mereka makan, seiring dengan suhu ruangan yang bertambah panas, mreka menyadari bahwa pintu dan jendela telah dikunci rapat, mereka menyadari rencana jahat sang raja untuk membunuh mereka.

“Bagaimanapun juga, dia tidak akan pernah berhasil,” kata laki-laki dengan topi kecil; “Saya akan membawa badai salju yang akan membuat api merasa malu pada dirinya sendiri dan merangkak pergi.”

Dia lalu memasang topinya lurus diatas kepala, dan secepat itu badai salju datang dan membuat semua udara panas menjadi hilang dan makanan menjadi beku diatas meja. Setelah satu atau dua jam berlalu, Raya menyangka bahwa mereka telah terbunuh karena panas, dan menyuruh untuk membuka kembali pintu ruangan tersebut, dan masuk kedalam untuk melihat keadaan mereka. 

Ketika pintu terbuka lebar, mereka berenam ternyata selamat dan terlihat mereka telah siap untuk keluar untuk menghangatkan diri karena ruangan tersebut terlalu dingin dan menyebabkan makanan di meja menjadi beku. Dengan penuh kemarahan, raja mendatangi tukang masak, mencaci dan menanyakan mengapa tukang masak itu tidak melaksanakan apa yang diperintahkan.

“Ruangan tersebut cukup panas; kamu mungkin bisa melihatnya sendiri,” kata tukang masak. Sang Raja melihat kebawah ruangan besi tersebut dan melihat api yang berkobar-kobar di bawahnya, dan mulai berpikir bahwa keenam orang itu tidak dapat disingkirkan dengan cara itu. Dia mulai memikirkan rencana baru, jadi dia memanggil serdadu yang menjadi pemimpin tersebut dan berkata kepadanya, “Jika kamu tidak ingin menikahi putri saya dan memilih harta berupa emas, kamu boleh mengambilnya sebanyak yang kamu mau.”

“Baiklah, tuanku Raja,” jawab si Pemimpin; “biarkan saya mengambil emas sebanyak yang dapat dibawa oleh pengikutku, dan saya tidak akan menikahi putrimu.” Raja setuju bahwa si Pemimpin akan datang dalam dua minggu untuk mengambil emas yang dijanjikan. 

Si Pemimpin memanggil semua penjahit yang ada di kerajaan tersebut dan menyuruh mereka untuk membuat karung yang sangat besar dalam dua minggu. Dan ketika karung itu telah siap, orang kuat (yang dijumpai mencabut dan mengikat pohon) memanggul karung tersebut di pundaknya dan menghadap sang Raja.

“Siapa orang yang membawa buntalan sebesar rumah di pundaknya ini?” teriak sang Raja, ketakutan karena memikirkan banyaknya emas yang bisa dibawa pergi. Dan satu ton emas yang biasanya diseret oleh 16 orang kuat, hanya di panggulnya di pundak dengan satu tangan.

“Mengapa tidak kamu bawa lebih banyak lagi? emas ini hanya menutupi dasar dari kantung ini!” Jadi raja menyuruh untuk mengisinya perlahan-lahan dengan seluruh kekayaannya, dan walaupun begitu, kantung tersebut belum terisi setengah penuh.

“Bawa lebih banyak lagi!” teriak si Kuat; “harta-harta ini belum berarti apa-apa!” Kemudian akhirnya 7000 kereta yang dimuati dengan emas yang dikumpulkan dari seluruh kerajaan berakhir masuk dalam karungnya.

“Kelihatannya belum terlalu penuh,” katanya, “tetapi saya akan membawa apa yang bisa saya bawa.” walaupun dalam karung tersebut masih tersedia ruangan yang kosong.
“Saya harus mengakhirinya sekarang,” katanya; “Jika tidak penuh, sepertinya lebih mudah untuk mengikatnya.” Dan orang kuat itu lalu menaikkan karung tersebut dipunggungnya dan berangkat pergi bersama dengan teman-temannya.

Ketika sang Raja melihat semua kekayaan dari kerajaanya dibawa oleh hanya satu orang, dia merasa sangat marah, dan dia memerintahkan pasukannya untuk mengejar keenam orang itu dan merampas kembali karung itu dari si Kuat.

Dua pasukan kuda segera dapat mengejar mereka, memerintahkan keenam orang itu untuk menyerah dan menjadi tawanan, dan mengembalikan kembali karung harta itu atau dibunuh.

“Menjadi tawanan, katamu?” kata orang yang bisa meniup, “mungkin kalian perlu menari-nari di udara bersama-sama,” dan menutup satu lubang hidungnya, dan meniupkan napas melalui lubang yang satunya, pasukan tersebut beterbangan melewati atas gunung. Tetapi komandan yang memiliki sembilan luka dan merupakan orang yang pemberani, memohon agar mereka tidak dipermalukan. 

Si Peniup kemudian menurunkannya perlahan-lahan dan memerintahkan agar mereka melaporkan ke sang Raja bahwa pasukan apapun yang dikirim kan untuk mengejar mereka, akan mengalami nasib yang sama dengan pasukan ini. Dan ketika sang Raja mendapat pesan tersebut, berkata,“Biarkanlah mereka; mereka mempunyai hak atas harta itu.” Jadi keenam orang itu membawa pulang harta mereka, membagi-bagikannya dan hidup senang sampai akhir hayat mereka.

Pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng enam serdadu ini adalah Janganlah merebut hak yang dimiliki oleh orang lain.

5. Dua Ekor Kambing


Dua ekor kambing berjalan dengan gagahnya dari arah yang berlawanan di sebuah pegunungan yang curam, saat itu secara kebetulan mereka secara bersamaan masing-masing tiba di tepi jurang yang dibawahnya mengalir air sungai yang sangat deras. Sebuah pohon yang jatuh, telah dijadikan jembatan untuk menyebrangi jurang tersebut. Pohon yang dijadikan jembatan tersebut sangatlah kecil sehingga tidak dapat dilalui secara bersamaan oleh dua ekor tupai dengan selamat, apalagi oleh dua ekor kambing. Jembatan yang sangat kecil itu akan membuat orang yang paling berani pun akan menjadi ketakutan. Tetapi kedua kambing tersebut tidak merasa ketakutan. Rasa sombong dan harga diri mereka tidak membiarkan mereka untuk mengalah dan memberikan jalan terlebih dahulu kepada kambing lainnya.

Saat salah satu kambing menapakkan kakinya ke jembatan itu, kambing yang lainnya pun tidak mau mengalah dan juga menapakkan kakinya ke jembatan tersebut. Akhirnya keduanya bertemu di tengah-tengah jembatan. Keduanya masih tidak mau mengalah dan malahan saling mendorong dengan tanduk mereka sehingga kedua kambing tersebut akhirnya jatuh ke dalam jurang dan tersapu oleh aliran air yang sangat deras di bawahnya.

Pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng dua ekor kambing ini adalah "Lebih baik mengalah daripada mengalami nasib sial karena keras kepala."

6. Pangeran Kodok


Pada jaman dahulu kala, ketika saat itu dengan mengharapkan sesuatu, hal itu dapat terwujud, ada seorang Raja yang mempunyai putri-putri yang sangat cantik jelita, dan putrinya yang termuda begitu cantiknya sehingga matahari sendiri yang melihat kecantikan putri termuda itu menjadi ragu-ragu untuk bersinar. 

Di dekat istana tersebut terletak hutan kayu yang gelap dan rimbun, dan di hutan tersebut, di bawah sebuah pohon tua yang mempunyai daun-daun berbentuk hati, terletak sebuah sumur; dan ketika cuaca panas, putri Raja yang termuda sering ke hutan tersebut untuk duduk di tepi sumur yang dingin, dan jika waktu terasa panjang dan membosankan, dia akan mengeluarkan bola yang terbuat dari emas, melemparkannya ke atas dan menangkapnya kembali, hal ini menjadi hiburan putri raja untuk melewatkan waktu.

Suatu ketika, bola emas itu dimainkan dan dilempar-lemparkan keatas, bola emas itu tergelincir dari tangan putri Raja dan terjatuh di tanah dekat sumur lalu terguling masuk ke dalam sumur tersebut. Mata putri raja hanya bisa memandangi bola tersebut meluncur kedalam sumur yang dalam, begitu dalamnya hingga dasar sumur tidak kelihatan lagi. Putri raja tersebut mulai menangis, dan terus menangis seolah-olah tidak ada yang bisa menghiburnya lagi. Di tengah-tengah tangisannya dia mendengarkan satu suara yang berkata kepadanya,“Apa yang membuat kamu begitu sedih, sang Putri? air matamu dapat melelehkan hati yang terbuat dari batu.”

Dan ketika putri raja tersebut melihat darimana sumber suara tersebut berasal, tidak ada seseorangpun yang kelihatan, hanya seekor kodok yang menjulurkan kepala besarnya yang jelek keluar dari air.
“Oh, kamukah yang berbicara?” kata sang putri; “Saya menangis karena bola emas saya tergelincir dan jatuh kedalam sumur.“Jangan kuatir, jangan menangis,” jawab sang kodok, “Saya bisa menolong kamu; tetapi apa yang bisa kamu berikan kepada saya apabila saya dapat mengambil bola emas tersebut?”

“Apapun yang kamu inginkan,” katanya; “pakaian, mutiara dan perhiasan manapun yang kamu mau, ataupun mahkota emas yang saya pakai ini.”

“Pakaian, mutiara, perhiasan dan mahkota emas mu bukanlah untuk saya,” jawab sang kodok; “Bila saja kamu menyukaiku, dan menganggap saya sebagai teman bermain, dan membiarkan saya duduk di mejamu, dan makan dari piringmu, dan minum dari gelasmu, dan tidur di ranjangmu, – jika kamu berjanji akan melakukan semua ini, saya akan menyelam ke bawah sumur dan mengambilkan bola emas tersebut untuk kamu.”

“Ya tentu,” jawab sang putri raja; “Saya berjanji akan melakukan semua yang kamu minta jika kamu mau mengambilkan bola emas ku.”

Tetapi putri raja tersebut berpikir, “Omong kosong apa yang dikatakan oleh kodok ini! seolah-olah sang kodok ini bisa melakukan apa yang dimintanya selain berkoak-koak dengan kodok lain, bagaimana dia bisa menjadi pendamping seseorang.”

Tetapi kodok tersebut, begitu mendengar sang putri mengucapkan janjinya, menarik kepalanya masuk kembali ke dalam air dan mulai menyelam turun, setelah beberapa saat dia kembali kepermukaan dengan bola emas pada mulutnya dan melemparkannya ke atas rumput.

Putri raja menjadi sangat senang melihat mainannya kembali, dan dia mengambilnya dengan cepat dan lari menjauh.
“Berhenti, berhenti!” teriak sang kodok; “bawalah aku pergi juga, saya tidak dapat lari secepat kamu!”

Tetapi hal itu tidak berguna karena sang putri itu tidak mau mendengarkannya dan mempercepat larinya pulang ke rumah, dan dengan cepat melupakan kejadian dengan sang kodok, yang masuk kembali ke dalam sumur.

Hari berikutnya, ketika putri Raja sedang duduk di meja makan dan makan bersama Raja dan menteri-menterinya di piring emasnya, terdengar suara sesuatu yang meloncat-loncat di tangga, dan kemudian terdengar suara ketukan di pintu dan sebuah suara yang berkata “Putri raja yang termuda, biarkanlah saya masuk!”

Putri Raja yang termuda itu kemudian berjalan ke pintu dan membuka pintu tersebut, ketika dia melihat seekor kodok yang duduk di luar, dia menutup pintu tersebut kembali dengan cepat dan tergesa-gesa duduk kembali di kursinya dengan perasaan gelisah. Raja yang menyadari perubahan tersebut berkata,
“Anakku, apa yang kamu takutkan? apakah ada raksasa berdiri di luar pintu dan siap untuk membawa kamu pergi?”

“Oh.. tidak,” jawabnya; “tidak ada raksasa, hanya kodok jelek.”
“Dan apa yang kodok itu minta?” tanya sang Raja.

“Oh papa,” jawabnya, “ketika saya sedang duduk di sumur kemarin dan bermain dengan bola emas, bola tersebut tergelincir jatuh ke dalam sumur, dan ketika saya menangis karena kehilangan bola emas itu, seekor kodok datang dan berjanji untuk mengambilkan bola tersebut dengan syarat bahwa saya akan membiarkannya menemaniku, tetapi saya berpikir bahwa dia tidak mungkin meninggalkan air dan mendatangiku; sekarang dia berada di luar pintu, dan ingin datang kepadaku.”

Dan kemudian mereka semua mendengar kembali ketukan kedua di pintu dan berkata,
“Putri Raja yang termuda, bukalah pintu untuk saya!, Apa yang pernah kamu janjikan kepadaku? Putri Raja yang termuda, bukalah pintu untukku!”
“Apa yang pernah kamu janjikan harus kamu penuhi,” kata sang Raja; “sekarang biarkanlah dia masuk.”

Ketika dia membuka pintu, kodok tersebut melompat masuk, mengikutinya terus hingga putri tersebut duduk kembali di kursinya. Kemudian dia berhenti dan memohon, “Angkatlah saya supaya saya bisa duduk denganmu.”

Tetapi putri Raja tidak memperdulikan kodok tersebut sampai sang Raja memerintahkannya kembali. Ketika sang kodok sudah duduk di kursi, dia meminta agar dia dinaikkan di atas meja, dan disana dia berkata lagi, “Sekarang bisakah kamu menarik piring makanmu lebih dekat, agar kita bisa makan bersama.”

Dan putri Raja tersebut melakukan apa yang diminta oleh sang kodok, tetapi semua dapat melihat bahwa putri tersebut hanya terpaksa melakukannya.
“Saya merasa cukup sekarang,” kata sang kodok pada akhirnya, “dan saya merasa sangat lelah, kamu harus membawa saya ke kamarmu, saya akan tidur di ranjangmu.”

Kemudian putri Raja tersebut mulai menangis membayangkan kodok yang dingin tersebut tidur di tempat tidurnya yang bersih. Sekarang sang Raja dengan marah berkata kepada putrinya,
“Kamu adalah putri Raja dan apa yang kamu janjikan harus kamu penuhi.”

Sekarang putri Raja mengangkat kodok tersebut dengan tangannya, membawanya ke kamarnya di lantai atas dan menaruhnya di sudut kamar, dan ketika sang putri mulai berbaring untuk tidur, kodok tersebut datang dan berkata, “Saya sekarang lelah dan ingin tidur seperti kamu, angkatlah saya keatas ranjangmu, atau saya akan melaporkannya kepada ayahmu.”

Putri raja tersebut menjadi sangat marah, mengangkat kodok tersebut keatas dan melemparkannya ke dinding sambil menangis,

“Diamlah kamu kodok jelek!”

Tetapi ketika kodok tersebut jatuh ke lantai, dia berubah dari kodok menjadi seseorang pangeran yang sangat tampan. Saat itu juga pangeran tersebut menceritakan semua kejadian yang dialami, bagaimana seorang penyihir telah membuat kutukan kepada pangeran tersebut, dan tidak ada yang bisa melepaskan kutukan tersebut kecuali sang putri yang telah di takdirkan untuk bersama-sama memerintah di kerajaannya.

Dengan persetujuan Raja, mereka berdua dinikahkan dan saat itu datanglah sebuah kereta kencana yang ditarik oleh delapan ekor kuda dan diiringi oleh Henry pelayan setia sang Pangeran untuk membawa sang Putri dan sang Pangeran ke kerajaannya sendiri. Ketika kereta tersebut mulai berjalan membawa keduanya, sang Pangeran mendengarkan suara seperti ada yang patah di belakang kereta. Saat itu sang Pangeran langsung berkata kepada Henry pelayan setia, “Henry, roda kereta mungkin patah!”, tetapi Henry menjawab, “Roda kereta tidak patah, hanya ikatan rantai yang mengikat hatiku yang patah, akhirnya saya bisa terbebas dari ikatan ini”.

Ternyata Henry pelayan setia telah mengikat hatinya dengan rantai saat sang Pangeran dikutuk menjadi kodok agar dapat ikut merasakan penderitaan yang dialami oleh sang Pangeran, dan sekarang rantai tersebut telah terputus karena hatinya sangat berbahagia melihat sang Pangeran terbebas dari kutukan.

Pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng pangeran kodok ini adalah "Kesetiaan itu sangat mahal harganya dan suatu janji harus dipenuhi, karena itu janganlah kita sembarang membuat janji."

7. Pasir Dan Batu


Dua orang sahabat sedang berjalan di padang pasir. Selama dalam perjalanan mereka berdebat tentang sesuatu. Salah seorang dari kedua sahabat itu menampar temannya, dan yang ditampar itu merasa sakit tetapi dia tak berkata apa apa, hanya menulis diatas tanah :

“HARI INI TEMAN BAIKKU MENAMPARKU”

Mereka tetap berjalan sampai mereka menemukan sebuah oasis (sumber air), mereka sepakat untuk mandi, teman yang telah ditampar tergelincir dan hampir saja tenggelam di oasis tersebut, tetapi temannya datang dan menolongnya, dan setelah diselamatkan oleh temannya dari bahaya, dia menulis di Batu “HARI INI TEMAN BAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU”

Teman yang telah menampar dan yang telah menyelamatkan nyawa teman baiknya itu bertanya kepadanya, “Setelah saya menyakitimu, kamu menulisnya di tanah dan sekarang, kamu menulisnya diatas batu, mengapa?

Temannya pun menjawab : “Ketika seseorang menyakiti kita, kita harus menulisnya diatas tanah, agar angin dapat menerbangkannya dan dapat menghapusnya sehingga dapat termaafkan. Tetapi ketika seseorang melakukan sesuatu yang baik kepada kita, kita harus mengukirnya diatas batu dimana tak ada angin yang dapat menghapusnya”

Jadi pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng pasir dan batu ini adalah
Teman yang baik akan melupakan dan memaafkan sakit yang diterimanya dan teman yang baik akan mengingat selalu kebaikan temannya.

8. Kisah Nyonya Cap


Kota Harmonali dilanda gerimis berhari-hari. Dimana-mana, orang terserang flu. Di ujung jalan, seorang anak SD bersin. Penjual lemper di dekat lampu merah sedang batuk-batuk. Seorang pengamen membalikkan badan menghadap pohon besar dan menyusut ingus dengan tisu. Tempat praktik dokter dipenuhi pasien yang terkena flu. Apotek dibanjiri pembeli obat flu.

Nyonya Cap adalah salah satu pasien yang mengantre di apotek untuk membeli obat flu. Sebelumnya ia ke dokter. Dokter menyuruhnya minum yang banyak, istirahat yang cukup, makan yang banyak, minum obat, dan terakhir jangan banyak bicara. Anjuran terakhir ini dirasa berat karena Nyonya Cap termasuk orang yang gemar bicara.

Pada penarik becak, ia bicara kalau punya emas satu lemari. Ketika membeli donat, ia bilang pada penjualnya kalau biasa makan donat terenak. Saat membeli baju, ia berkata pada pelayan toko kalau sering membeli pakaian mahal. Pada siapa saja, Nyonya Cap bicara. Kecuali pada benda mati, tentu saja.

Setelah mendapatkan obat, Nyonya Cap mampir ke supermarket. Ia ingin membeli melon. Seorang pelayan berdiri di samping tumpukan melon.

“Aku mau beli melon paling murah. Soalnya kemarin aku habis beli melon paling mahal. Berhari-hari aku makan melon mahal, sampai bosan. Rasanya sih enak. Manis seperti disuntik cairan gula. Dagingnya selembut puding busa. Aku sangat menikmatinya. Sekarang, aku ingin menikmati melon biasa. Tenggorokanku sakit, lidahku terasa pahit, percuma beli melon paling mahal. Aku juga tak suka kalau terlalu besar karena…”

UHUK! UHUK! UHUK! Nyonya Cap batuk-batuk sampai bahunya terguncang-guncang hebat. Nona pelayan yang berseragam putih hitam hanya bisa mengerjap-ngerjap memandangnya. Dalam hati ia membatin, kebanyakan bicara sih. Nyonya Cap melupakan melonnya. Sambil terbungkuk-bungkuk dan batuk, ia menuju ke rak air mineral. Ada seorang ibu memilih-milih minuman. Mulailah Nyonya Cap berkomentar.

“Astaga! kenapa bingung? bukankah semua kemasan ii berisi air putih? anda mencari yang paling murah? kasihan sekali! Kemarin aku habis minum air paling mahal. Rasanya seperti embun gunung di pagi hari. Sejuuuuuuk! Benar-benar nikmat dan aku…..”

UHUK! UHUK! UHUK! Lagi-lagi Nyonya Cap batuk. Wajahnya sampai merah padam. Ibu yang memilih minuman hanya melongo. Buat apa minum air paling mahal kalau jadi batuk, kata si ibu dalam hati.

Nyonya Cap berjalan dengan kepala pening, terbungkuk-bungkuk dan batuk-batuk lebih parah dari sebelumnya. Ia melupakan air mineral dan kepingin membeli tisu. Namun, karena berjalan membungkuk sambil batuk disertai kepala pusing, Nyonya Cap tak memperhatikan arah langkahnya.

Tanpa sengaja, Nyonya Cap menabrak perempuan berambut cokelat yang sedang makan es krim. Es krim duriannya terlempar. Seorang nenek berambut serba putih lewat situ dan terpeleset. Ikan gurame belanjaannya terlontar mengenai wajah pelayan yang sedang mengepel. Sang pelayan kaget. Alat pelnya menyeruduk ember berisi cairan pembersih lantai. Isi ember pun tumpah. Dua orang yang jalan-jalan di sana terpeleset, menabrak rak sabun, rak panci, dan rak piring. Barang-barang di dalam rak kocar-kacir di lantai, bahkan beberapa piring pecah.

Pak Satpam supermarket kaget melihat banyak barang bertebaran di lantai.

“Tolong jelaskan, kenapa bisa begini?” tuntut pak satpam yang badannya mirip algojo.
“Aku terpeleset gara-gara licin,” lapor pria yang menabrak rak piring.
“Ada air tumpah, lalu kami jatuh,” imbuh pria berkumis yang menabrak rak panci dan sabun.
“Maaf aku tak sengaja menumpahkan ember karena kaget dengan ikan terbang yang mengenai wajahku,” timpal nona pelayan yang mengepel.
“Ikanku! Aku terpeleset es krim hingga gurame di keranjangku melayang,” keluh sang nenek berambut serba putih.
“Maaf, es krimku jatuh. Tiba-tiba ada orang bungkuk batuk-batuk menabrakku. Dia,” sahut perempuan cokelat sambil menunjuk Nyonya Cap yang masih batuk-batuk sampai berjongkok.

Pak satpam mengajak Nyonya Cap ke ruangan pak kepala supermarket. Nyonya Cap diminta mengganti kerusakan piring yang pecah dan membantu membersihkan supermarket.
“Aku…. UHUK! UHUK! Tidak mau! UHUK! UHUK,” teriak Nyonya Cap.
“Kalau tidak mau, terpaksa anda harus tinggal disini sampai besok,” tegas pak kepala supermarket.

Nyonya Cap tak punya pilihan lain. Akhirnya ia bersedia membayar dan membantu para pelayan membereskan kekacauan sambil batuk-batuk dan bersungut-sungut. Nasihat dokter terngiang di telinganya, jangan banyak bicara.

Sekian cerita dari dongeng kisah Nyonya Cap, semoga memberikan nilai moral yang baik dan senang dalam membaca dongeng.

9. Putri Duyung dan Lumba Lumba


Disebuah kerajaan di dasar laut. Tinggallah seorang Raja Duyung, Permaisuri Duyung dan seorang Putri Duyung kecil yang ramah, wajahnya pun cantik dan memiliki rambut yang berkilau seperti pelangi. Suatu hari, Putri Duyung kecil dan seekor Lumba-lumba pergi bermain dan sampailah mereka dipermukaan laut. Mereka sangat senang karena melihat anak-anak manusia sedang asik bermain voli.

‘’ Lihatlah Lumba-lumba, mereka semua dapat bermain dan berlari kesana-kemari dan terlihat bahagia.’’ ujar Putri Duyung.

‘’ Benar sekali Putri. Tapi, kita juga sama seperti mereka. Kita dapat berenang kesana kemari.’’ Sahut Lumba-lumba.

‘’ Iya, tapi anak manusia juga bisa berenang seperti kita. Namun, mereka bisa berenang dan berlari. Dunia mereka lebih luas dari kita.’’ Ujar Putri Duyung kecil cemberut.
Advertisements

Mendengar keluhan dari Putri Duyung, Lumba-lumba hanya tersenyum. Tiba-tiba, tanpa disadari oleh Putri Duyung dan Lumba-lumba. Seorang anak yang melihat mereka berteriak dan menghampiri mereka berdua. Akhirnya, Putri Duyung dan Lumba-lumba berkenalan dengan anak manusia tersebut. Putri Duyung senang karena dapat berteman dengan manusia. Bahkan, Lumba-lumba mengajak anak-anak manusia untuk naik ke atas punggungnya. Siang itu, mereka bermain dengan gembira.

‘’ Putri, besok kami akan bermain voly pantai. Jika kamu mau, kamu boleh ikut bersama kami.’’ Ujar salah satu anak manusia.

‘’ Baiklah, aku ikut. Besok aku akan kembali keatas permukaan untuk bermain dengan kalian. Tapi, sekarang aku harus pulang.’’

‘’ Iya, sampai bertemu besok.’’ Kata anak-anak manusia dan melambaikan tangan.

Setelah ia kembali kedasar laut. Putri Duyung tidak sabar menunggu hari esok. Ia pun memandang sahabatnya Lumba-lumba. Namun, yang dipandang menggelengkan kepala seperti tahu arti pandangan Putri Duyung tersebut.

‘’ Ayolah Lumba-lumba, aku berjanji hanya sekali saja. Aku ingin tahu bagaimana rasanya berlarian diatas pasir seperti manusia.’’ Bujuk Putri Duyung.
Advertisements

‘’ Tidak Putri, jimat itu milik ayahmu! Aku tidak mau kau mencurinya. Jika ayahmu tahu, ia pasti akan sangat marah.’’ Sahut Lumba-lumba.

Raja Duyung memiliki sebuah jimat untuk merubah ekornya menjadi sepasang kaki. Sang Raja menggunakan jimat tersebut, jika harus berkunjung kedaratan. Selain itu, Raja pun selalu mengajak para pengawalnya. Jimat tersebut pun dapat membantu para Ikan untuk dapat bernafas di daratan. Keesokan harinya, Putri Duyung dan Lumba-lumba mengintip ruang kerja sang Raja.
Dongeng Cerita Rakyat Putri Duyung dan Lumba-lumba

Dongeng Cerita Rakyat Putri Duyung dan Lumba-lumba

‘’ Ayo cepat Lumba-lumba, ayah menyimpan jimat itu tepat di bawah kursi kerajaan.’’ Ujar Putri Duyung. Dengan secepat kilat. Putri Duyung mengambil sesuatu dibawah bantal kursi kerajaan.

‘’ Waaaaw, ini sangat indah.’’ ujar Putri Duyung senang. Jimat tersebut berupa kalung mutiara yang sangat indah.

Putri Duyung langsung menarik Lumba-lumba kepermukaan laut dan segera memakai kalungnya. Ia pun langsung mengucapkan mantranya. Setelah selesai membaca mantranya. Tiba-tiba, asap tebal menghalangi mereka berdua. Pada saat asap itu hilang, tampaklah sepasang kaki manusia pada tubuh Putri Duyung dan Lumba-lumba.

‘’ Hore, kita berdua sekarang mempunyai sepasang kaki manusia. Ayo kita langsung temui anak-anak manusia itu.’’ Ujar Putri Duyung berlari menuju anak-anak manusia yang sudah menunggu.

Putrid Duyung, Lumba-lumba dan teman-teman manusia asik bermain voly pantai. Mereka berdua cukup berbakat untuk bermain voly. Ditengah permainan. Tiba-tiba, langit hitam dan angin bertiup dengan sangat kencang. Ombak pun naik keatas pantai. Anak-anak langsung menyudahi permainan. Mereka sangat takut terseret ombak.
Advertisements

‘’ Serpertinya ada yang aneh Lumba-lumba.’’ Ujar Putri Duyung.

Dari kejauhan, Putri Duyung melihat bebrapa perahu Nelayan yang oleng oleh ombak. Lebih parahnya lain. Perahu-perahu tersebut terguling. Ikan-ikan pun ikut ketakutan dan bersembuyi di balik bebatuan. Hujan turun dengan sangat deras. Pada saat tu juga Putri Duyung dan Lumba-lumba mendengar sang Raja berteriak mencari jimatnya.

‘’ Siapa yang sudah mencuri jimatku?’’ ujar sang Raja.

Mendengar teriakkan sang Raja. Mereka berdua pun langsung mengucapkan mantranya agar kembali kewujud sempurna. Namun, semuanya terlambat. Sang Raja sudah berada dihadapan mereka dengan wajah yang sangat marah.

‘’ Rupanya kalian yang sudah mencuri jimatku! Lihatlah, apa yang sudah kalian lakukan? Angin bertiup sangat kencang dan sekarang, jimatku marah. Karena digunakan untuk hal yang tidak penting!” ujar Kata Raja Duyung marah.

Raja Duyung pun langsung mengambil kalung mutiara dari tangan Putri Duyung.

‘’ Anakku, jimat ini boleh digunakan dalam keadaan darurat. Yang mengharuskan ayah ke daratan. Jimat ini diberikan oleh sang Dewa Angin dan Langit untuk membantu ayah melaksanakan tugas. Jika ayah menggunakan jimat ini untuk hal yang tidak penting. Mereka akan marah dan menghukum kita semua. Namun, untung saja kau sudah melepasnya.’’ Ujar Raja duyung menjelaskan.

‘’ Tapi, apakah ada hal yang penting? Sehingga kalian berdua mencuri jimat ini?’’ Tanya Raja Duyung.

Akhirnya, Putri Duyung pun menceritakan pertemuannya dengan anak-anak manusia serta keinginannya untuk menjadi manusia. Putri Duyung pun meminta maaf dan menyesali perbuatannya. Ia benar-benar tidak menyangka perbuatannya mendatangkan bencana bagi penghuni daratan.

‘’ Anakku, kita adalah Duyung dengan segala kelebihan dan kekurangan kita. Sedangkan, mereka manusia dengan kelebihan dan kekurangannya. Kau harus menerima keadaan yang sudah kau miliki dengan hati yang penuh gembira.’’ Ujar Raja.

Putri Duyung dan Lumba-lumba mengangguk tanda mengerti. Akhirnya, mereka bertiga pergi ke permukaan. Langit dan lautan sudah kembali tenang.

‘’ Ayah, maafkan kami.’’ Bisik Putri Duyung.

Sang Raja hanya tersenyum dan mengajaknya kembali ke rumah. Akhirnya, Putri Duyung pun menerima keadaannya bahwa ia adalah seorang Duyung.

Pesan moral dari Dongeng Cerita Rakyat Putri Duyung dan Lumba-lumba adalah bersyukurlah dengan apa yang kita miliki. Iri dengan orang lain hanya akan membuat diri kita menjadi orang yang tidak lapang dan tidak bahagia.
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama