Suku di Pulau Sulawesi

Sulawesi menjadi pulau besar di Indonesia yang bentuknya begitu unik. Seolah seperti huruf “K”, dan di dekatnya bertebaran pulau – pulau kecil. Selain keunikan pulaunya, Sulawesi juga memiliki suku bangsa yang tak kalah unik.


Sulawesi yang terbagi dalam bagian selatan, barat, tenggara, tengah, dan utara ini, memiliki suku – suku yang unik. Tidak kurang dari 50 suku bangsa menghuni Pulau Sulawesi ini. Dan di artikel ini, akan dibahas 13 suku yang ada di Pulau Sulawesi.

Suku Bugis
Suku Bugis adalah suku yang banyak mendiami Pulau Sulawesi. Kebanyakan tersebar di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. Di luar pulau ini juga tersebar di Jambi, Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Papua, dan Kepulauan Riau. Yang mana Suku Bugis ini juga dikenal sebagai Bugis Melayu.

Dalam kesehariannya, Suku Bugis menggunakan bahasa Bugis. Yang mana termasuk dalam rumpun bahasa Autronesia. Bahasa ini memiliki beberapa dialek, seperti dialek Pinrang yang mirip dengan dialek Sidrap.

Mayoritas Orang Bugis memeluk agama Islam. Ini terlihat dari pakaian adat yang dimiliki oleh Suku Bugis. Dimana lelaki mengenakan pakaian lengan panjang dengan bawahan seperti kain sarung. Sementara untuk wanita mengenakan baju berlengan pendek, dengan bawahan kain seperti sarung, ditambah hiasan kepala. Pakaian adat laki – laki disebut Jas Tutu, sementara untuk perempuan disebut dengan Baju Bodo.

Zaman dahulu, Suku Bugis banyak tinggal di dataran rendah yang subur dan pesisir. Tak heran jika kebanyakan orang Bugis bermata pencaharian sebagai petani atau nelayan. Selain itu, Suku Bugis juga senang berdagang, serta menekuni bidang pendidikan, dan mengisi birokrasi pemerintahan.

Suku Mandar
Mayoritas Suku Mandar berdomisili di Sulaesi Barat, ada juga di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. Dulunya, Mandar bersama dengan Suku Bugis, Makassar, dan Toraja menjadi warna keberagaman Sulawesi Selatan. Yang mana secara historis dan kultural terikat dengan sepupu serumpunnya.

Suku Mandar sendiri dalam kesehariannya menggunakan Bahasa Mandar. Bahasa ini masuk dalam kelompok utara rumpun bahasa Sulawesi Selatan dalam cabang Melayu Polinesia dari rumpun bahasa Austronesia.

Suku Mandar memiliki rumah tradisional yang disebut dengan boyang. Perayaan adat yang selalu diselenggarakan oleh Suku Mandar diantaranya Sayyang Pattu’du (Kuda Menari), Passandeq (Mengarungi Lautan dengan Cadik Sandeq), Mappandoe’ Sasi (Bermandi Laut). Upacara – upara ini masih digelar rutin oleh Suku Mandar.

Sementara untuk makanan khas, Suku Mandar memiliki Banggulung Tapa, Jepa, dan Pandeangang Peapi. Makanan ini pun pasti selalu ada dalam perayaan – perayaan Suku Mandar.

Suku Toraja
Suku Toraja mendiami pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan. Sementara lainnya ada yang tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Mamasa, dan Kabupaten Toraja Utara. Mayoritas Suku Toraja memeluk agama Kristen Protestan, agama tertinggi kedua adalah Katolik. Ada juga yang memeluk agama Islam dan Aluk to Dolo. Dimana pemerintah Indonesia mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari agama Hindu Dharma.

Bahasa yang digunakan oleh Suku Toraja dalam kehidupan sehari – hari adalah Toraja-Sa’dan, Mamasa, Ta’e, Talondo’, Kalumpang, dan Toala’. Keunikan yang dimiliki oleh Suku Toraja salah satunya adalah rumat adatnya, yaitu Rumah Tongkonan. Rumah Tongkonan berdiri di atas tumpukan kayu dan dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Bentuknya begitu unik dan atapnya sangatlah megah, sepertu perahu yang memanjang.

Ukiran kayu yang dibuat oleh Suku Toraja juga sangat unik. Orang Toraja menyebutnya dengan Passura’ atau tulisan. Yang mana ukiran kayu ini menjadi perwujudan budaya Toraja. Setiap ukiran biasanya diberi nama khusus, yang mana ukiran ini bertemakan binatang atau tumbuhan.

Jika biasanya upacara pernikahan menghabiskan banyak biaya, berbeda dengan Suku Toraja. Dimana justru upacara pemakanan menjadi ritual dengan biaya yang mahal dan dianggap sangat penting. Upacara pemakaman yang terkenal dilakukan oleh Suku Toraja adalah Rambu Solo’. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara akan semakin mahal.

Suku Makassar
Suku Makassar merupakan sebutan atau nama Melayu bagi suku yang tinggal di pesisir selatan Pulau Sulawesi. Orang Makassar sendiri menyebutnya Mangkasra, yang artinya “mereka yang bersifat terbuka”. Suku ini terkenal berani, berjiwa penakluk namun demokratis dalam pemerintah. Serta senang berperang dan handal di lautan.

Banyak yang mengira bahwa Suku Makassar sama atau serumpun dengan Suku Bugis. Padahal berbeda, dari segi linguistik, Bahasa Makassar dan Bugis berbeda. Suku Makassar masuk dalam rumpun bahasa Bentong, Selajar, dan Konjo. Sementara bahasa Bugis mask dalam rumpun bahasa yang sama dengan bahasa Campalagian. Inilah yang membuat kedua suku ini berbeda.

Suku Makassar menganut agama Islam. Untuk baju adat pun hampir sama dengan Suku Bugis. Yang mana, dapat diperkirakan bahwa pakaian adat ini menjadi pakaian adat tertua, didukung dengan sejarah kain Muslim yang menjadi bahan dasar Baju Bodo.

Suku Buton
Suku Buton menempati wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Kepulauan Buton. Karena berada di wilayah kepulauan, Suku Buton termasuk dalam suku pelaut. Dimana, orang – orang Buton sudah menjadi pelaut dan merantau ke seluruh Nusantara. Dengan perahu berukuran kecil maupun berukuran besar.

Selain terkenal sebagai pelaut, Suku Buton juga mengenal pertanian. Komoditas utama yang ditanam diantaranya padi ladang, jagung, singkong, kapas, kelapa, ubijalar, nanas, pisang, sirih, dan tanaman untuk kebutuhan sehari – hari. Orang Buton pun terkenal akan peradabannya yang tinggi, dimana terlihat pada peninggalan Kesultanan Buton yang masih ada.

Masyoritas Suku Buton memeluk agama Islam. Dengan bahasa sehari – hari yang digunakan adalah bahasa Wolio. Bahasa Wolio ini merupakan bahasa resmi pada sistem pemerintahan Kesultanan Buton.

Suku Talaud
Suku Talaud merupakan suku di Pulau Sulawesi Utara, yang mendiami pulau – pulau kecil di kawasan Kepualauan Sangir, Kabupaten Talaud. Kabupaten Talaud ini menjadi kabupaten terluar Indonesia yang berbatasan dengan wilayah Filipina. Suku ini begitu terbuka dengan hadirnya bangsa lain, karena berbatasan langsung dengan negara lain.

Istilah Talaud yaitu Taloda, bermakna “Orang Laut”. Dimana, Suku Talaud sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan mencari ikan. Sebagian kecil lainnya berrtani di ladang dengan ubi – ubian sebagai komoditi utama. Sementara warga Suku Talaud yang mendiami Desa Bowongbaru, Pulau Sali-Babi, sebagian besar menggeluti hubungan lintas batas dengan Filipina. Tak sedikit pula keluarga mereka yang tinggal di Filipina.

Suku Talaud memiliki enam dialek bahasa seperti Essang, Nanusa, Karakelang, Miangas, Sali-Babu, dan Kabaruan. Seperti bahasa Jawa, bahasa ini memiliki tingkatan halus, menengah, dan kasar. Tak sedikit pula Suku Talaud yang juga menggunakan bahasa Melayu Manado.

Suku Balaesang
Suku Balaesang mendiami Kecamatan Balaesang, Kabupaten Donggala, tepatnya di Sulawesi Tengah. Suku Balesang ini termasuk dalam sub suku Tomini. Dan masyarakat Balaesang Timur memiliki kearifan lokal yang menyatu dengan alam. Yaitu dengan menjaga kelestarian Danau Rano, dengan tidak mengizinkan perahu bermesin digunakan di danau ini supaya tidak tercemar.

Suku Tolaki
Suku Tolaki menjadi suku terbesar yang ada di Sulawesi Tenggara. Suku Tolaki adalah suku asli dari Kota Kendari dan Kabupaten Kolaka. Masyarakat Tolaki ini memiliki jejak peradaban yang dibuktikan dengan adanya peninggalan arkeologi di beberapa goa atau kumapo. Tepatnya di Konawe bagian utara.

Dalam kesehariannya, Suku Tolaki menggunakan Bahasa Tolaki. Dimana, bahasa ini memiliki beberapa dialek, diantaranya wiwirano, asera, konawe, mekongga, dan laiwui. Bahasa Tolaki juga memiliki dua tingkatan penggunaan bahasa. Yaitu untuk orang yang dihormati dan untuk orang yang seusia.

Menurut sensus penduduk tahun 2015, jumlah Suku Tolaki kurang lebih 900.000 jiwa. Yang mana, mayoritas dari Suku Tolaki ini memeluk agama Islam.

Suku Pattae
Suku Pattae berasal dari Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Sebagian besar berdomisili di Kecamatan Matakali hingga ke perbatasan Kabupaten Pinrang. Dimana, mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Hal ini terlihat dari tradisi masyarakat yang bernuansa islami.

Dalam kesehariannya, Suku Pattae bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas yang ditanam diantaranya padi, jagung, sebagian juga ada yang menanam sayuran dan kopi. Dalam bersosialisasi, Suku Pattae berbicara dengan dialek Pattae.

Tradisi bernuansa islami yang masih dilakukan oleh Suku Pattae hingga saat ini adalah Pa’bongian atau Ma’bongi. Tradisi ini sama halnya seperti tradisi di Jawa dan Bugis. Yaitu memperingati kematian sanak keluarga atau kerabat yang telah meninggal dunia.

Dimana, upacara ini dilakukan mulai dari hari ke-3 setelah kematian hingga hari ke-100. Dalam upacara ini, masyarakat akan membaca Al Qur’an, membaca yasin, serta do’a – do’a tahlil. Selain itu, dalam tradisi ma’bongi selalu ada sajian khas yaitu ma’bage. Makanan yang terbuat dari beras ketan dicampur dengan kelapa dan gula merah.

Suku Duri
Suku Duri sebagian besar berada di Sulawesi Selatan, tepatnya di kabupaten Enrekang. Dimana, pemukiman Suku Duri berbatasan langsung dengan Kabupaten Tana Toraja. Dan masyarakat sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani. Komoditas yang ditanam diantaranya padi, jagung, cabai, ubi, dan bawang merah.

Sebagian masyarakat juga memelihara hewan ternak. Dimana, olahan ternak yang paling terkenal adalah keju yang dikenal dengan nama dangke. Dangke diolah secara tradisional, yang berasal dari susu sapi dan kerbau. Uniknya, dangke diberi tambahan sari buah atau daun pepaya. Selain bertani dan beternak, masyarakat Duri juga membuat barang kerajinan. Namun hanya sebagian kecil masyarakat saja.

Mayoritas Suku Duri memeluk agama Islam. Namun, sebelum Islam masuk ke suku ini, masyarakat memeluk kepercayaan Alu’ Tojolo. Yang mana kepercayaan ini mirip dengan kepercayaan tradisional Suku Toraja. Saat ini, Alu’ Tojolo masih dianut oleh sebagian kecil Suku Duri.

Suku Moronene
uku Moronene menjadi salah satu suku besar di Sulawesi Tenggara. Moronene adalah suku asli pertama yang mendiami Sulawesi Tenggara. Dan sebagian besar masyarakat Suku Moronene menganut agama Islam.

Dulunya, masyarakat Moronene kerap kali melakukan sistem ladang berpindah. Namun, kini mereka sudah hidup menetap dan tidak melakukan sistem tersebut. Bahkan, Suku Moronene kini dikenal sebagai suku yang pandai memelihara ekosistem mereka. Bahkan jonga, hewan sejenis rusa, dan kakatua jambul kuning, kerap kali dijumpai di permukiman mereka.

Suku Minahasa
Suku Minahasa mendiami wilayah Sulawesi Utara, yang merupakan suku terbesar di provinsi ini. Mayoritas masyarakat Suku Minahasa memeluk agama Kristen Protestan, sementara sisanya memeluk agama Katolik Roma dan Islam. Suku Minahasa menggunakan berbagai bahasa dalam percakapan kesehariannya. Diantaranya bahasa Manado, bahasa Tombulu, bahasa Tonsawang, bahasa Tonsea, dan bahasa Tontemboan.

Suku Minahasa memiliki rumah adat yang disebut dengan Rumah Panggung. Dengan atap yang berbentuk segitiga. Suku Minahasa sendiri juga memiliki kubur batu milik leluhur, yang disebut dengan waruga.

Suku Pamona
Suku Pamona kebanyakan berdomisili di Kabupaten Poso, sebagian lagi di Kabupaten Tojo Una – Una, Morowali Utara. Tepatnya berada di Sulawesi Tengah dan beberapa lagi tinggal di Sulawesi Selatan. Masyarakat Suku Pamona sebagian besar menganut agama Kristen Protestan, dan sisanya beragama Islam dan agama rakyat.

Dalam komunikasi sehari – hari, Suku Pamona menggunakan bahasa Ta’a atau bahasa Poso. Keunikan bahasa ini terletak pada huruf terakhir setiap kata, yang mana semuanya diakhiri dengan huruf vokal (suku kata terbuka).

Suku Pamona memiliki tarian populer, yaitu Tarian Dero. Dimana, tarian ini seringkali ditarikan di pesta – pesta rakyat dan dilakukan oleh orang – orang muda. Para penari akan melingkar dan bergandengan tangan, sambil berbalas pantun diiringi musik yang ceria. Ada juga upacara katiana, yaitu upacara untuk memperingati kehamilan yang sudah memasuki usia 6 atau 7 bulan. Tujuannya adalah untuk memohon keselamatan sang ibu, rumah tangga, serta bayi dalam kandungan.

Sulawesi sebenarnya memiliki lebih dari 13 suku bangsa. Namun, 13 suku ini yang banyak menempati Pulau Sulawesi.
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama